Wednesday, December 24, 2008

300? That's too many!

Ditengah waktu eksplorasi saya di situs Joomla untuk mencari ekstensi yang tepat untuk fitur baru web KM yang sedang saya rancang, saya menemukan sebuah berita yang menarik. Open Source Matters (OSM) yang merupakan organisasi non-profit yang menaungi proyek Joomla ternyata baru saja mendapatkan kehormatan masuk dalam EContent 100 List untuk tahun 2008 - 2009.

That's not the best part. Hal yang lebih menarik perhatian saya adalah beberapa perusahaan lain yang juga masuk dalam daftar 100 perusahaan yang memberikan pengaruh terbesar di industri konten digital versi EContent ini. Ternyata tidak semua perusahaan - perusahaan ini memiliki jumlah tenaga kerja yang besar! Let's check this out:

- 37Signals : anggota tim 11 orang
- DailyLit: anggota tim 5 orang
- Automattic: anggota tim 29 orang
- Central Desktop: anggota tim 11 orang
- Connectbeam: anggota tim 22 orang

dan daftar ini baru dari 25 perusahaan pertama (since I'm lazy enough to go to the next 3 other pages).

Aha! Sejujurnya, daftar ini membuat saya merasa bersemangat dengan mimpi saya untuk merintis usaha IT bersama beberapa teman nanti. Um, those small teams can actually prove that they can challenge the big boys with thousands employees!

Kira - kira sore tadi, seorang teman memasang status di instant messenger dengan mengutip sebuah cerita Romawi (Yunani?) kuno:
Spartans don't ask 'how many' but 'where are they'

Dalam film 300, pasukan Sparta yang berjumlah 300 orang mampu memakan banyak korban pasukan (apa ya? saya lupa) yang akhirnya membatalkan niat Persia (ha! got it, it's Persian if I'm not mistaken) untuk menginvasi Sparta. So, 300? That's too many!

Saturday, November 22, 2008

If You're Good at Something

Sekedar kompilasi saja dari beberapa tokoh populis di sekitar saya.

Dalam film Batman - The Dark Knight, Joker bilang,
if you're good at something, never do it for free

Entah benar entah tidak. Dan harus diingat, kalimat diatas keluar dari seorang yang juga mengatakan, "what don't kill you will make you... stranger!"

Dalam serial The Big Bang Theory, ibunya Sheldon bilang,
even if you're smarter than people, don't point it out!

Ya, sederhana saja, orang akan benci.

Terakhir, seorang pesepakbola yang sangat banyak omong berkata,
I'm the 1st, 2nd, and 3rd best player in the world

He ended up beaten 2 - 6 by people who at most ranked 4th... according to him. When you're good at something, and you don't give the service you're good at to people for free, better don't point it out so much. As people will mock you to no end for every single mistake you make.

Ho! Entri terpendek di blog saya nih!

Friday, October 31, 2008

Antara M31F dan Konten Lokal

Katakanlah saya sedang meracau. Terutama pada dua minggu terakhir memang saya banyak melakukan tindakan yang mengindikasikan terlahir dari pemikiran yang tidak jernih. Salah satu tindakan tersebut adalah saat akhirnya memutuskan untuk mengeluarkan liabilitas baru di saat resesi ekonomi global. Bahasa gampangnya: beli notebook baru di saat dollar sedang naik!

Jadilah saya aktif menulusuri toko - toko online untuk melakukan survey harga. Kalau masih perihal harga, ternyata memang tidak sulit dicari. Bhineka.com, misalnya, menyediakan informasi yang lengkap dari segi harga dan spesifikasi produk. Jadilah pada akhirnya, dengan menempatkan kemampuan processor, merk chipset, ukuran memori dan budget kantong sendiri sebagai komponen utama penilaian, beberapa nominator pun siap untuk masuk ke tahap selanjutya: benchmarking! Here comes the hardest part!

Sebagai seorang fungsionalisme*, tentunya saya sangat menjunjung tinggi nilai - nilai benchmarking. Ahaha. Oleh karena itu, bergegaslah penulusuran dilanjutkan ke situs - situs seperti www.notebookreview.com.

Persoalannya..., notebook - notebook yang sudah saya filter tadi, tidak ada di daftar benchmark mereka! Dung! Kenapa? Karena memang semua yang masuk daftar kandidat adalah merk lokal: beberapa seri BYON dan seri AXIOO. Paling hanya ada merk - merk internasional macam Acer, Toshiba, Asus, Lennovo atau Sony. Apart from Acer, merk - merk lain sudah diluar jangkauan kantong saya. Dari segi spesifikasi, Acer dengan kisaran harga yang sama cenderung kalah spefisikasinya dibandingkan dengan BYON atau AXIOO.

Ah... ini lah, kan. Mencari konten lokal di dunia maya ternyata sulit sekali. Dalam domain yang lain, saya ambil contoh dengan "Goodreads". Situs semacam ini dengan konten buku - buku Indonesia ternyata sulit ditemukan. Saya tidak habis pikir sebenarnya, di saat banyak domain yang memang cocok untuk dibuat konten yang sifatnya lokal, kenapa justru para developer sibuk mengembangkan portal - portal** yang sebenarnya sudah padat pemain seperti social networking (pernah ingat cerita soal "Temanster"?).

Akhirnya, pemikiran ini membawa saya berniat untuk membuat sebuah web app untuk sebuah domain yang saya rasa sangat cocok diisi dengan konten lokal. Insya Allah dari segi konsep sudah dibuat. Sekarang sedang pemilihan framework dan persiapan konsep visual (sebenarnya di bagian ini yang butuh sekali bantuan, since I'm not quite proficient designer). Kalau sudah selesai, yang ditargetkan dalam 3 bulan, saya post lagi hasilnya dan saya pranala balik post yang ini. Mohon di doaken sahaja. Bantuan lain pun sangat diapresiasi: infrastruktur (hosting, domain, account paypal buat bayar keduanya... hehe), bantu koding, bantu kirim makanan, sampai bantu kirim salam juga boleh. :D

Eniwei, pilihan saya akhirnya jatuh BYON M31F. Sama sekali pilihan yang tidak mengecewakan! I'll write a review about this later.


Catatan:
* kata orang, idealisme itu ditandai dengan -isme, jadi ideal versi saya kan berbelanja itu berdasarkan fungsionalitas.... jadi, bikin sendiri istilah "fungsionalisme". Ga jelas.
** entah kenapa kalau dibilang "situs" orang cenderung menganggap remeh. Saya dan Syaugi berpendapat bahwa masyarakat non IT cenderung menganggap keren istilah "portal" while we prefer to say "web application" [QBL09].

Tuesday, October 14, 2008

Being Offline is Good. Is It?

Ha!

Tadinya, judul post ini adalah "Being Offline is Good" saja. Tapi kemudian saya mengubahnya menjadi seperti yang Anda lihat, "Being Offline is Good. Is It?". Ada penambahan sebuah kalimat singkat yang menyiratkan keraguan terhadap kalimat sebelumnya.

Ok, saya kadang merasa heran bagaimana seseorang bisa ter-attach begitu rupa kepada aneka ragam yang disediakan oleh dunia aladdin bernama internet. Plurk, misalnya. You're life, on the line... kata mereka. No, thanks. I won't put my life on the line for some headless four legged meat like that*. Hehehe. Pun, tadinya saya juga tidak berencana untuk mempunyai account di Facebook. Bahkan, saya juga berniat menghapus account Friendster saya. Being offline is good. That's what I wrote. Satu - satunya jejak saya di dunia maya mungkin hanya blog ini sahaja.

Sampai... saat saya menyadari satu hal: teman - teman saya yang bersekolah di luar negeri cenderung menjadi orang - orang yang paling aktif di milis angkatan! My best bet is that... mereka senang bisa berinteraksi dengan komunitasnya, yakni angkatan kami. Dan... internet memberikan sarana yang mudah untuk itu!

Ya... kalau diingat - ingat, memang pertama kali saya ikut Friendster pun untuk tetap 'stay tune' dengan teman - teman saya, khususnya teman - teman semasa madrasah aliyah. Oh yeah, it's MA! Meskipun entah karena apa saya lupa, social networking menjadi sebuah hal yang membosankan bagi saya.

Tapi.... ternyata belakangan ini saya juga cukup tidak 'stay tune' dengan rekan - rekan seangkatan di IF. Entah karena sudah cukup banyak yang lulus dan hampir lulus (Oktober ini), entah karena saya memang cukup jarang ke labtek V selain jam kuliah yang sudah tidak banyak lagi, atau entah karena apa lagi. Untung saja akhirnya masih sempat subscribe di milis IF04 yang ada di Yahoo Groups. And... thanks God. Setidaknya saya bisa mendengar kabar - kabar dari teman - teman, melihat (membaca?) beberapa konflik online yang lucu juga untuk diikuti, membaca komentar - komentar jahil kepada seorang oknum yang kadang bikin senyum saat membaca komentar - komentar tadi, de el el lah. Mungkin saat benar - benar sudah pada lulus semua (rekan seangkatan dan saya sendiri) nanti dan saya tidak bisa senantiasa berinteraksi langsung dengan sobat - sobat muda tersebut :p, I'll think about going back into social networking again.

Demikianlah, saya merombak isi tulisan saya, mengganti tajuknya, dan berhenti memusuhi social networking dan kroni - kroninya. Nanti saya kena karma. Even worse.. Plurk's karma. Being offline is good, as well as being online is. Saya bisa bercakap - cakap dengan teman nun jauh di Korea sana via Pidgin dan menggosipkan betapa efek wajib militer di Korea menghasilkan pemuda - pemuda yang berbadan tegap dan gagah (that's what she said, not me) seperti layaknya kami sedang duduk ngobrol di sekre himpunan dan mendiskusikan kenapa anak ITB identik dengan kumel dan tidak modis, sebagai contoh. Well, it's just a chit chat, indeed. So, any ITB students who feel that they're fashionable shouldn't feel offended and pointing gun at me, "so you know fashion, huh?". "I certainly don't", I'll answer. In fact, anyone shouldn't feel offended with that, it's merely poor accusation. Hehehe.

But still, I'm not thinking about going "plurking", for now. Still not yet thinking that people should know everything I [feel], everything I [think] or even everything I [eat]. Ehehehehe.



"Sungguh celaka orang yang tak bisa punya sahabat tulus selama hidupnya,
Dan lebih celaka lagi orang yang punya sahabat tulus
namun kemudian kehilangan sahabat seperti itu"
-Imam Ali bin Abi Thalib dalam Nahjul Balaghah-


Notes:
* sedikit memodifikasi lelucon dari komik strip yang dipublikasikan disini.

Wednesday, October 08, 2008

Sekarang Tanggal Berapa Syawal?

Pertanyaan ini mungkin agak gampang dijawab saat masih hari H, H+1 atau H+2 lebaran. Setidaknya setiap menonton televisi kan ada liputan arus balik H+n, meskipun terminologi arus balik itu sendiri aneh, setidaknya kata mas Aul. Seiring semakin kembalinya kita ke kalender masehi dan aktivitas kantor serta sekolah, umumnya pertanyaan "sekarang tanggal berapa syawal?" pun semakin jadi sulit dijawab. Tapi itu belum terlalu sulit.

Pada tahun - tahun tertentu, pertanyaan ini akan semakin sulit dijawab, bahkan pada hari H, H+1 ataupun H+2 lebaran. Kenapa? Karena eh karena, umat Islam di negara ini susah sekali untuk mencapai kata sepakat dalam berlebaran.

Sebenarnya, sebagai warga Muhammadiyah, saya memang kadang agak - agak merasa bersalah kalau sedang berselisih lebaran dengan ketetapan Departemen Agama (eh, Depag atau MUI sih yang biasanya mengeluarkan ketetapan 1 Syawal?). Ya, tapi mengingat reputasi Depag yang tidak baik, terutama di mata saya, maka saya akhirnya mempercayakan imamah saya pada sekelompok orang yang insya Allah saya percaya amanah: Majlis Tarjih Muhammadiyah. Depag? Nanti deh, kalau mereka sudah becus mengurusi Insan Cendekia* dan masalah dana haji, I may be considering them as some organization people can actually depend on.

Tapi, persoalan yang ingin saya angkat sebenarnya bukan fokus disana. Dalam salah satu diskusi di milis Maltavista**, seorang rekan, namanya mas Kani, pernah melontarkan sebuah hal yang menarik. Apa tuh?

Sebagai umat Islam, kadangkala ada lah sedikit ghirah*** untuk terbiasa dengan kalender hijriyah. Persoalannya, dengan beragam perbedaan yang ada sekarang, tentunya sulit untuk bisa sepenuhnya bergantung pada kalender hijriyah ini. Contoh kasus:

A: Boy, loe koq belom dateng nih, kita kan hari ini harus berangkat ke BPPT?
B: Lho, bukannya besok ya, tanggal 7 Syawal kan?
A: Iya, sekarang kan tanggal 7 Syawal!
B: Wah, sori sori, gw lebarannya beda sama lo!

well, kasus diatas menunjukkan bahwa dengan perbedaan yang ada sekarang, kalender hijriyah menjadi sistem kalender yang tidak reliable. Sebagai kredit, contoh kasus tersebut adalah contoh persoalan yang diajukan mas Kani, dengan sedikit modifikasi. :D

Iya sih, konon katanya ada hadis Rasul yang menyatakan, "perbedaan diantara umatku adalah rahmat". Tapi kita kan butuh sebuah konvensi untuk bisa menjalankan segala sesuatu dengan lebih teratur. Yeah, convention over configuration****!

Kemudian timbul pertanyaan yang lebih besar lagi di benak saya yang kemudian saya coba diskusikan kembali di milis Maltavista, ada dua hal:

[1] Mengingat kalender hijriyah baru diciptakan pada masa khalifah Umar bin Khattab, maka sebelum ada kalender tersebut, bagaimana umat Islam menghitung tanggal? Beberapa ritual agama Islam kan menggunakan tanggal yang sekarang sudah eksak: Idul Fitri pada 1 Syawal, wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah, atau puasa sunnah pada setiap pertengahan bulan. Juga puasa senin dan kamis! Tapi dari sedikit baca - baca Wikipedia, cuma ada sedikit keterangan tentang kalender Arab pra-Islam dan kalender Islam pra-Hijriyah. There should be some calendar system back then, I believe! But what?

[2] Pertanyaan ini akan mudah terjawab jika pertanyaan pertama terjawab. Kan Idul Fitri seringkali berbeda dirayakannya oleh ummat Islam, tapi bahkan dalam tahun - tahun dimana Idul Fitri dirayakan pada hari yang berbeda, Idul Adha umumnya tidak dirayakan pada hari yang berbeda. Kenapa ya?

Nah, saya tulis juga pertanyaan - pertanyaan ini di blog karena.... ya, berharap ada yang mampir dan bisa ikut berdiskusi. Hehe. Saya juga masih mencari - cari jawabannya sih. Nanti kalau sudah ketemu saya bakal posting lagi. :D

Notes:
* Insan Cendekia, alias MAN Insan Cendekia, alias IC, adalah madrasah saya tercinta yang 'dicaplok' Depag dan dibuat menjadi madrasah yang mengenaskan.
** Maltavista adalah nama angkatan saya di IC. Hehe, di madrasah kami memang tiap angkatan masih pakai nama - nama gitu.
*** Ghirah, bahasa Arab... artinya kurang lebih.. "semangat" lah gitu. I suspected that this word is the origin of Indonesian word "gairah".
**** Sebenarnya tidak penting untuk dijelaskan, ini semboyannya CakePHP dan Ruby on Rails: convention over configuration.

Friday, September 26, 2008

Kita Harus Sekolah, Kal

Hmm... sebenarnya saya cukup enggan untuk turut dalam hype seputar pemutaran film Laskar Pelangi. I bet, this morning, there will be quite many blog posts about that movie. Kalau dilihat dari jumlah anak kampus yang memadati Ciwalk XXI dan Blitz Megaplex tadi malam saja, saya cukup pede bahwa bet saya diatas benar. Aneka rombongan memadati pemutaran hari pertama film ini di kedua bioskop tersebut. Ada rombongan EL, FT, PS dan tentunya tak ketinggalan... anak - anak kabinet. Hehe, this may give something to write about for those cowards that have sent not less than 2 "selebaran gelap" for us last month. But who cares about those pity envious people?

Akhirnya saya tergoda untuk menulis juga setelah membaca sebuah post dari mas Radix disini tentang arti kata "sekolah".

Kenyataannya, Laskar Pelangi, kali ini melalui film, sekali lagi mengingatkan saya untuk bersyukur atas kesempatan menjadi anak sekolah. Kesempatan yang ternyata tidak murah dan tidak bisa dinikmati oleh semua orang.

Kalau katanya mas Radix, kata "School" ternyata berasal dari kata "Schole" dalam bahasa Yunani yang artinya: waktu luang. Sebuah ironi yang luar biasa, karena ternyata sekarang "waktu luang" tersebut menjelma jadi sebuah proses mahal untuk menentukan bagaimana strata sosial seseorang kelak.

Suka tidak suka, sebagian besar kepakaran di bidang ilmu sosial atau ilmu pasti hanya bisa diperoleh melalui "waktu luang". Anda tidak bisa melakukan klaim bahwa Anda adalah pakar Infromatika bila Anda tidak punya latar belakang ber-"waktu luang" di bidang ilmu terkait, misalnya Teknik Informatika atau Ilmu Komputer. Mungkin karena itu Mr.You Know Who And I Don't Mind Even Citing His Name In My Blog akhirnya memilih menjuluki diri sebagai "Pakar Telematika" karena nampaknya belum ada jurusan di perguruan tinggi bertajuk Telematika. Jadinya kan dia tidak bisa dipersalahkan amat.

In the perfect world, maka umumnya kita akan bisa mendapatkan pekerjaan yang layak untuk memberikan kita pendapatan yang layak hanya jika kita memiliki kepakaran tertentu dalam bidang tertentu. Dan seringkali kepakaran ini sulit diukur. Sehingga tolok ukur yang mudah diambil adalah status kesarjanaan: tanda bahwa Anda sudah lulus dari "waktu luang".

Maka, jadilah terpampang di aneka lowongan kerja, prasyarat jabatan, bahkan mungkin kriteria pasangan favorit di kolom kontak jodoh: spesifikasi minimal "waktu luang" yang sudah ditamatkan! Mau jadi dosen ITB, syaratnya harus S3. Mau melamar kerja, minimal S1. Mau jadi caleg, mau jadi capres, mau jadi apapun lah pasti ada syarat jenjang "waktu luang" yang sudah dilalui. Untung kalau mau ke KUA tidak harus sudah tamat sekolah!

Apapun itu, dalam film Laskar Pelangi, saya melihat bahwa persepsi si empunya cerita tentang sekolah adalah sesuatu yang di satu sisi lebih agung daripada sekedar waktu luang, namun di sisi lain mencerminkan kecintaan tertentu terhadap kegiatan di sekolah. Setidaknya, dari kalimat yang terlontar dari tokoh Lintang, "kita harus sekolah, Kal", bagi saya tercermin betapa sekolah adalah sebuah harapan besar bagi seorang Lintang. Bahkan melewati sarang buaya dalam perjalanan ke sekolah adalah resiko yang nampaknya tidak dipandang besar bagi Lintang. Di sisi lain, saya melihat semangat untuk menjadikan proses belajar mengajar di sekolah sebagai proses yang tidak kaku.... . Tergambar betapa para murid SD Muhammadiyah 1 bersungut lesu saat Pak Harfan menyudahi jam pelajaran. They seem to love school!

Pada akhirnya, film ini kembali memantapkan definisi pribadi saya tentang sekolah: something to be grateful about. Mungkin sekarang nampaknya saya lebih menyukai kata "madrasah" saja untuk menyebut institusi pendidikan, akar katanya "darosa" artinya "belajar" sehingga kata "madrasah" artinya "tempat belajar". Hmm, pilihan kata yang lebih baik nampaknya. Ahaha.

Wednesday, September 24, 2008

Apa Arti Sebuah TA??

Tugas akhir a.k.a TA merupakan sebuah kata yang biasanya menjadi semacam tabu dan menimbulkan dampak psikologis tertentu bagi kalangan anak tingkat 5. Di kampus lain, makhluk ini dikenal sebagai "skripsi". Dalam beberapa pekan awal Agustus, sempat menjadi trend bahwa mengucapkan kata TA diluar lab ekuivalen dengan "ngomong jorok". Ahaha.

Lately, saya banyak merenung... sebenarnya seperti apa sih biasanya orang menganggap Tugas Akhirnya?

Pertama, pandangan saya dulu deh. Ibarat kehidupan kampus itu sebuah game RPG*, bagi saya, tugas akhir adalah boss terakhir. Sebagaimana biasanya boss akhir, saya menganggap bahwa ini harus menjadi salah satu bagian tersulit dalam "karir" saya di kampus. Defeating this final boss should really prove my worth to graduate. Ahaha. Itu kan sok idealisnya.

Dan syukurnya, meskipun bukan topik yang sejak lama saya idamkan, topik tugas akhir saya turn out to come from a field of Informatics that I hated the most for these years: networking! Hmm, okelah, ini jadi challenge buat saya untuk menaklukan topik dari bidang Informatika yang sudah dua kali menghadiahi transkrip saya dengan abjad D besar. Satu D lagi, saya mungkin harus dapat piring cantik for being a hattrick-hero! Plak!

Kedua, ada juga pandangan bahwa "TA gw harus gw banget". Setidaknya sudah dua rekan saya yang mengatakan hal tersebut. Satu sekarang sudah menjadi ST dan menjadi rekan sekantor yang menyebalkan (^_^), satu lagi sedang berjuang bersama menuju Maret 2009. Pandangan ini cukup saya sukai... karena nampaknya jika begini maka TA mereka tidak akan menjadi sekedar angin lalu saja yang terlupa bersama melapuknya buku TA di perpustakaan.

Meskipun mungkin masih banyak cara pandang yang lain, tapi saya hanya ingin bahas sampai yang ketiga saja ya. Saya katakan sebagai "the pragmatist". Hmm.... pokoke lekas selesai segera. Modusnya... ambil topik yang sudah banyak menjamur dan ganti sedikit metodenya, seperti "Penentuan Sesuatu Dengan Metode XXX"; pilih paket pembimbing dan penguji yang lebih senang memperhatikan aspek TTKI dari dokumen TA ketimbang aspek teknis; do it ASAP.

Well, semuanya toh pilihan. Pastinya banyak pilihan lain diluar tiga pandangan yang saya paparkan diatas. Toh untuk semua pilihan ada konsekuensi. I, to be bold, sure dislike one of those point of views above. But everyone of course won't base their preference according to my opinion! So, the point of this whole writing is not to say anything about right or wrong, ok? Besides, who am I to judge? Not even graduated yet. Ehehe. Happy TA!

Anyway, selamat teman - teman IF yang, kalau istilahnya Dendy, telah menghilangkan A dari TA-nya dan menambahkan S pada Oktober ini. Happy graduation! Buat yang masih mengejar Maret... March On!

Like soldiers,
march on
If we could make it through the night
we'll see the sun
--from March On by Good Charlotte on Good Morning Revival


* a complete irony that I dislike both analogy and RPG game, yet I use it to describe my thoughts

Sunday, September 21, 2008

Hidup Adalah Udunan

Malam kemarin, kira - kira jam 8 malam, sebuah sms masuk ke hp saya, "jadwal buka bareng buat besok: jam 13 - 20 Baksil, jam 13 - 19 Altim, .... " . Ok, pastinya hari ini bakal ada team splitting, since "Si Ibu" hasn't yet mastered Kage Bushin no Jutsu.

Ya, akhirnya setelah kumpul sebentar di Aula Timur, saya kebagian untuk ikut acara Bersaling di Lebak Siliwangi yang akhir - akhir ini sedang naik daun itu. :D . Hmm..., ternyata Bersaling adalah acara "Berbuka Sambil Ingat Lingkungan", sebuah acara yang sudah 4 tahunan digelar oleh sekelompok komunitas lingkungan hidup. Untuk acara tahun ini, yang terlibat diantaranya adalah Greeners (nampaknya mas - mas dan mbak - mbak Greeners ini yang selalu ada di tiap tahun), Sahabat Walhi, U-Green ITB, HMTL, Common Room, Bike to Work, apalagi ya..., keknya masih banyak deh, plus KM ITB yang nampaknya baru terlibat tahun ini secara kebetulan... hehe.

Hmmm... meskipun hanya terlibat di hari-H, banyak sih hal yang menarik perhatian saya. Dari hal penting semisal konsep acara dan partisipasi para komunitas hingga "hal tidak penting tapi menyebalkan" seperti bagaimana Mas Raka dapat hadiah door prize tas Eiger seharga 155 ribu tepat setelah saya katakan, "wah, gw mah belum pernah menang undian apa - apa seumur hidup, Rak!" Dan benarlah Tuhan itu Maha Mendengar, karena kode kupon Mas Raka adalah 000836 dan kode kupon saya 00837! Lain kali harusnya ngucap yang bagus - bagus, katanya doa di bulan Ramadhan makbul. Atau hal yang lebih tidak penting lagi seperti kenyataan bahwa Mas Raka memang orang gerakan dan saya terlalu banyak berwacana. Roaming mode on.

Ok, roaming mode off, kita kembali ke topik. Hal yang paling menarik perhatian saya dari semua kejadian hari ini adalah..... sebuah statement: "hidup adalah udunan". Sebenarnya sih, kalimat tersebut bukan statement dari siapa - siapa, cuma kebetulan tertulis di kaos salah seorang rekan, entah dari mana... pokoknya saya melihatnya ketika acara masih di Sanggar Olah Seni di Lebak Siliwangi. Saat membaca tulisan tersebut sebenarnya saya tidak begitu paham apa maksudnya. Barulah ketika acara berakhir saya baru mengetahui apa maksudnya, or at least I thought so.

Setelah acara berakhir, tidak ada kumpul evaluasi... . Yang ada hanyalah ya... kumpul - kumpul saja antara rekan - rekan yang terlibat dalam acara sambil memberi apresiasi satu sama lain. Something that is lost from this campus: apresiasi. Intinya, di kumpul - kumpul tersebut, rekan dari Greeners (saya lupa namanya... ampun kakak) menceritakan bahwa memang acara ini adalah "udunan" dari komunitas - komunitas yang ada. Semua yang ada berusaha memberikan apa yang mereka punya. Ya.. pokoknya mah bersaling aja, saling membantu, sekuat apa bisa memberikan bantuan. Kalau saya pikir - pikir lagi... ya memang nampaknya orang - orang yang ada disini memang "tulus" saja. Ada Yuki Pas Band yang mengisi acara, juga sebuah grup vokal Waseso (yang menurut saya sangat skillful!), nampaknya mereka tidak mendapat reward finansial dari acara ini. Apalagi para panitia dari rekan - rekan komunitas lingkungan... .

I wrote some off terrible lines before I come to this and delete the previous sentences I wrote. In the end, I want to stop whining. Well, they say it's a good month to pray so I'll just pray that KM ITB can someday reaches that kind of inter-community team working greatness among its stakeholders inside this campus. May one day the all the twenty-something-of-something and seventy-something-of-something could "bersaling" to actuate those vow we take each time we cast that "Salam Ganesha" spell into reality. Hopefully soon.

Friday, September 19, 2008

An 8K Watch

Sebuah sore yang biasa saat saya berjalan tergesa dari Plesiran menuju kampus, ada kumpul yang harus saya hadiri dalam waktu kurang dari setengah jam lagi. Dan saya, dalam kasus saya tidak hanya merepresentasikan diri sendiri, umumnya cukup rewel terhadap ketepatan waktu. Oleh karena itu, dalam keadaan seperti sore tersebut, biasanya saya akan berkali - kali mengambil hp untuk sekedar melihat jam berapa tepatnya sekarang. Dan.. ups! My phone was running out of power.

Thus... dalam kondisi yang sama sekali tidak saya sangka, di jalan Plesiran yang lenggang sore itu, diantara deretan bangunan kecil yang jika pagi merupakan warung - warung tempat sarapan para mahasiswa, sebuah toko reparasi arloji mengobral beberapa pasang jam tangan dengan harga hanya: 8 ribu saja. It won't take even 5 minutes to pick a watch, pay the sales 10k and receive the 2k return, that's what I thought. With not so much consideration... there I went buying an 8k rupiahs watch!

Saya orang yang agak terlalu mementingkan faktor fungsionalitas. Saya termasuk orang yang tidak habis pikir bagaimana sepotong pakaian bisa berharga jutaan rupiah, sebuah tas atau sepasang sepatu bisa berharga puluhan juta rupiah, atau mengapa sebuah ponsel harus dilengkapi dengan berlian! Those don't add any functionality to the product.

Saya tidak suka membeli benda yang tidak ada "benchmarking" nya. That's why, most of dress I have, shoes I wear or bag I carry were bought by someone else than me: my mother, my sisters, or my girlfriend. Kenapa? Karena... saya memang umumnya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikan mahal atau murahnya sebuah produk yang tidak bisa diukur.

Konon katanya ada harga ada kualitas, dan dalam kebanyakan kasus... itu benar. Sebutlah merk - merk laptop tertentu yang harganya lebih mahal dibanding merk laptop lainnya pada spesifikasi yang sama. Umumnya memang "laptop mahal" tersebut memiliki benchmark yang lebih baik dibandingkan yang "lebih tidak mahal". Atau sepatu basket Spalding saya -the most expensive fashion product I ever have- memang lebih tahan lama dibandingkan sepatu murah yang saya beli di pasar dekat rumah. Atau tas ransel dengan harga yang lebih mahal biasanya memang memiliki kompartemen yang lengkap dan cenderung lebih aman untuk menyimpan benda - benda macam laptop atau kamera. But I do think that there are limits to how expensive a product can be based on their functionalities!

Watches, in the end, should only used to tell us time... not to tell people of how rich someone is. Shoes in the end will stick below my feet and deal with any dirty things I step on, it won't be put on my head like a crown. I do dress differently in different occasion: it won't be good wearing a t-shirt to come to an important meeting; I always wear formal suit when attending my office; It will be ridiculous to wear a Koko to run joggin in Sabuga; It will even be more weird to wear a training and a jumper on Idul Fitri feast. But dresses in the end should only cover my body and suit to occasions I deal with. Dress, shoes, watches, phone cell, laptop, or any other product is only devices for me... and devices won't ever define people who use them!

Then, there I went picking up an 8k rupiahs watch. It ended that watch could only stand for 3 days. Talinya putus -iki angel boso inggrise-. Well... 8k rupiahs I spent that afternoon at least tell me that... prices do provide some qualitites! But I still believe that there should be limit of how expensive every products can be... . That's why, if I ever one day buy another watch.... it might be somewhere around 80k - 180k watch that can last for years, but I won't buy an 8m watch for any reason, definitely!

Monday, September 01, 2008

Will We Say We've Had a Fun?

Ha! Where have I been lately? Ya… hehe, boro – boro dari dunia maya, rekan – rekan saya di labtek V aja bilang, “kemane aje lo bal?” Gyaha, quite a question I can’t answer in short. Tapi, mari kita singkat saja bahwa I’ve been always around Tamansari 62 for the whole time… it’s just I was running into quite two troublesome places. Hehe.

Ok, tadi malem (30 Agustus 2008), kira – kira sejak sekitar jam 18.30 sampai sekitar jam 21.30 saya “pulang”. Really feels like home aja kembali ke suasana seperti di musik sore HMIF tadi. Iya, musik sore, mulainya mah aslinya jam 17.00 –this should explain the word ‘sore’, right?- , tapi saya terperangkap di kosan karena diluar hujan deras gila. Hmmm how should I say this? Ya… seneng banget lah.

Secara nawaitu, saya sih sudah meniatkan bahwa penampilan saya di musik sore kali ini bakal jadi penampilan terakhir di kampus. Kenapa? Sederhana aja, sejak kuliah saya memang akhirnya tidak pernah punya band tetap dan tidak pernah secara teratur berlatih, apalagi mengembangkan skill :p. Jadi, karena memang ga punya band serius, tidak mungkin pula pasca kuliah lantas bakal ada kesempatan naik stage lagi, atau bikin konser, atau tampil di pensi anak sekolah, atau masuk dapur rekaman label indie, let alone major label. Dan insya Allah lagi, nawaitunya mah saat HMIF bikin acara musik sore lagi, status saya sudah bukan mahasiswa, semoga sudah ST. Hehe.

Hmm… sebenernya mah buat saya musik tuh salah satu alat komunikasi. Kalo teorinya mah kan komunikasi melibatkan tiga hal, komunikan (objek komunikasi), komunikator (subjek komunikasi) dan pesan yang dipertukarkan. Kalo salah ya maaf, this is a blog after all, not some IEEE journal entry. Nah, selakunya saya sebagai si komunikator, ada message memang yang pengen saya sampaikan kepada audience di music sore tadi. Dan yang paling mewakili, meskipun ketiga lagu yang band saya mainkan semuanya pingin ngebawa message tertentu, adalah bait pertama dari lagu Rooftops-nya Lostprophets.

When our time is up

And our life is done

Will we say “we had a fun”?

Will we make a mark this time?

Will we always say we tried?

Pada akhirnya, sekitar 3 tahun lebih ngelakuin aktivitas di seputar labtek V membawa saya pada kesimpulan bahwa…. berhimpunan itu capek. Hehe. Ikutan kaderisasi, jadi panitia mukrab, ngekader anak orang, ga boleh ngekader anak orang, ikut kepanitiaan, terlibat di proker himpunan, ngarak – ngarak wisuda, nge-swasta, rapat DE, etc lah. That’s all tiresome and troublesome things. Hehe.

Tapi bukan itu point utamanya. What more matter is whether in the end, when we try to remember those days, we will say, “we had a fun.” Ya… karena emang yang bisa dikenang itu hal – hal yang begitu. Hal – hal yang bikin repot dan capek.

Yang saya kenang sih ya begitu: jargon “Roma pasti bangkit” yang terus menerus didengungkan kaisar dan para ketua kelompok serta temen – temen kelompok Roma yang lain di titik – titik ternadhir kita saat menjalani kaderisasi; arak – arakan wisudaan yang keren abis; pertama kali nginep di kampus, tidur di selasar dingdong buat ngejagain properti Mukrab bareng Ibi, Heri, Jamak, Dendy, Ahmy , dan keseluruhan persiapan Mukrab 2005; diterjunkan jadi panitia OSKM 2005 dan ikutan TFT bareng anak – anak 2004 yang lain demi bisa “mengkader” 2005; rapat tim acara PPAB; panggilan malam buat para calon danlap; kaderisasi yang terpakasa dihentikan; tiga kali persiapan persembahan angkatan untuk Mukrab 2006, 2007, dan 2008; rapat – rapat tim amandemen AD/ART yang melelahkan dan tidak produktif :D; rapat – rapat PSDA bareng Mira, Nanto, Difa, Anto dkk yang kelewat hobby mikir :p; tim sukses… thanks to Olip, Ibi, Ume, Aqi dan David that with your help I had a chance experiencing great and troublesome things; rapat – rapat DE yang penuh warna; penculikan pelantikan 2006; jadi swasta pertama kalinya; jadi swasta kedua kalinya (dan semoga terakhir kalinya). I should say… those things are “tiresome” and “troublesome”.

Mungkin itu message yang saya pingin sampaikan sama temen – temen terutama 2007 dan 2006 yang jalannya masih “lumayan panjang”. Hehe. Kalo menurut saya mah, pastinya nanti capek dan melelahkan. Tapi ya kalau ga gitu, apa yang mau dikenang? Apa yang mau didapet? Kalo habis kuliah terus langsung pulang aja… mau mengenang apa selama kuliah? Banyak kepanitiaan dan pengalaman lain di himpunan selama 2004 – 2008 yang ga saya sebutkan, alasan pertama ya emang bakal kepanjangan aja kalo disebutin semua, tapi alasan kedua… ya memang ga di semua tempat juga saya pernah ikutan repot, kecapekan dan kelelahan. Dan pasti ada yang punya memori – memori lain di.. let say.. Seminar 3G, IT Within, Kunjungan ke SD Plesiran, LKO 2004, dll lah, banyak HMIF mah kegiatannya. Kalau ga pernah ikutan repot, apa yang bisa diinget – inget? Can you one day say that you had a fun? Kalau dijalanin bareng – bareng sih rasanya mah bakalan fun koq…

Persahabatan bagai kepompong

Mengubah ulat menjadi kupu – kupu

Pershabatan bagai kepompong

Hal yang tak mudah berubah jadi indah

Mungkin juga, itu message yang pingin saya sampaikan ke rekan – rekan seangkatan. Thank you all for giving me a new place I can call home in labtek V. It’s not like I really ever homestayed there, though. Buat saya mah, ya… saya bakal jawab sendiri, “I’ve had so many funs with you all”. Banyak lah… susah banget kalo disebutin satu – satu. Hehe. Tapi mungkin buat yang malem ini, special thanks banget buat Echa dan Ebhe yang nemenin saya di my last stage performance ever in campus. Hehe. It’s always fun to play music with you both.

As for me, urusan “troublesome” saya di kampus ternyata masih belum bisa tuntas. Hehe. Ada lagi nih, paling nggak sampe bulan April tahun depan… urusan yang pastinya… more troublesome, more tiresome. Baru empat bulan di urusan itu aja udah dapet selebaran gelap berisi fitnah. Gyaha. It’s something I never experienced in my “home” for more than four years now. Tapi ya… sekarang saya mah bener – bener looking forward to it aja. Kalo nasehatnya Zulkaida –somehow he is not older than me in age, but he is very much wiser than most of adults I’ve ever met-, kalau mau bergerak di kemahasiswaan itu syaratnya tiga: kepala yang bervisi, hati yang mencintai, dan kesungguhan yang dilaksanakan dengan konsistensi. Doooh! I hope in this another troublesome thing I can really say, one day, “I had a fun!”

Standing on the rooftops

Wait until the bomb drops

This is all we got now

Scream until your heart stops

Never gonna regret

Watching every sunset

We’ll listen to your heartbeat

All the love that we found

Scream your heart out!

Monday, June 16, 2008

For Better Football

Um, I've been a football fan for quite 12 years now. Dan sepanjang itu pula saya melihat hal - hal menyenangkan dan hal - hal tidak menyenangkan dari sepakbola. Sekarang, saya rasa tidak ada salahnya kalau saya boleh berandai - andai, umpama... saya Sepp Blatter, maka saya ingin mengimplementasikan beberapa aturan. Ok, sebelum melangkah lebih jauh, saya ingin menegaskan bahwa apa yang saya tuliskan berikut cuma opini jail dan tentunya tidak perlu diperdebatkan secara ilmiah. But I try to make it as logical as possible.

  • Replay video to Help referee decision
Idenya begini, semakin lama... semakin banyak saja keputusan wasit yang berbau kontroversial. Dalam perspektif saya, ini mudah saja dipahami, wasit hanya 1 dan hanya dibantu 2 hakim garis. Tentunya sangat sulit berlari mengikuti kecepatan para atlit dong... . Pasti sulit untuk bisa mengamati dengan benar 100% setiap kejadian di lapangan.

Yang menyebalkan, kadang keputusan yang salah bisa mengubah pertandingan 180 derajat! Contoh kasus: menganulir gol yang sebenarnya onside, memberikan penalti yang salah, mengesahkan gol yang sebenarnya offside, etc. Hal - hal seperti ini mengganggu dan kadang menimbulkan "teori konspirasi" diantara para fans. Saya sendiri sebagai tifosi Itali tidak terlalu percaya bahwa UEFA berusaha menyingkirkan Itali meskipun wasit secara fatal menganulir gol Luca Toni pada partai Rumania vs Itali yang lalu. That's human error, I guess.

Nah itulah! Human made error, that's why we invent technology! Ya kan sekarang kamera sudah terpasang dengan baik di stadion - stadion di Eropa. Kenapa tidak digunakan untuk membantu keputusan wasit? Ada baiknya mencontoh olahraga tenis. Setahu saya dalam tenis, seorang pemain punya jatah 3 kali untuk meminta wasit memeriksa rekaman video untuk memastikan keputusannya benar atau salah. Kenapa tidak dalam sepakbola? Saya merasa agak tidak adil bahwa seorang pemain bisa diberi hukuman larangan bermain pasca pertandingan berkahir dengan dasar bukti rekaman video. Artinya, sistem yang ada saat ini membolehkan sebuah kesalahan pemain yang tidak terhukum untuk dihukum di kemudian waktu dengan dasar rekaman video. Sebaliknya, sistem saat ini tidak memungkinkan keputusan yang merugikan pemain untuk bisa "diralat". Well... my common sense tells me that it's not fair.
  • Banning diving players while the play is on
Seringkali saat terjadi serangan balik yang cepat, tiba - tiba ada seorang pemain dari tim yang terkena serangan balik terjatuh dan mengerang kesakitan! Ugh! Salah satu momen paling menyebalkan, menurut saya. Ini juga suatu hal yang aneh, jika pemain yang terjatuh adalah tim lawan, umumnya penonton akan mencibir jika tim lawan tidak membuang bola untuk memberi kesempatan si pemain yg terjatuh tadi untuk diobati. Tapi, tak jarang saya lihat saat yang mengerang kesakitan adalah pemain dari tim yang sedang menguasai bola, permainan terus dilanjutkan... . Tidak adil.

Bagaimana kalau setiap pemain yang "terjatuh" pada saat bola play on, maka permainan harus dihentikan dan setelah permainan dilanjutkan pemain tersebut harus berada di luar lapangan dalam jangka waktu yang cukup lama, misal 10 menit. Dengan begini, seseorang akan berpikir banyak untuk "pura - pura cedera". Oiya, sekali lagi, ini hanya untuk yang "terjatuh" pada saat play on lho, jadi kalau ada pemain yang di-tackle dan lantas dinyatakan sebagai pelanggaran tentu tidak termasuk dalam perhitungan ini. Ayo, no country for divers!
  • Salary cap dan budget transfer limit
I once love football very much before money taking its toll too much in the fields. Sekarang... semua serba runyam. Yang kaya tambah kaya, yang miskin tambah miskin dan minim prestasi. Ok, Anda bisa bilang bahwa "uang tidak bisa memberi gelar". Tapi uang bisa membeli semua pemain yang dibutuhkan oleh sebuah klub untuk meraih gelar. Jurang antara klub kaya dan klub miskin semakin besar. Butuh data? Musim 2006/2007 big four liga Inggris hanya total kalah 1 kali dalam laga kandang melawan klub di luar big four tersebut. The competition now is only among the rich.

Harus ada salary cap dan budget transfer limit sehingga klub kelewat banyak duit macam Chelsea dan Real Madrid tidak bisa seenaknya merusak harga pasar dan membajak talenta - talenta besar dari klub semenjana. Jika setiap kali pemain macam C. Ronaldo dan Luis Nani muncul langsung diserobot MU, bagaimana klum macam Sporting dan FC Porto mau berkembang? I'm quite sick enough about how money influence the real world... . Could we preserve football from the evil of industrial world?
  • 6 + 5
Haha... ide yang ini sudah dilontarkan oleh Sepp Blatter sih: 6+5. Tentu para pemilik klub dan mungkin penggemar EPL bakal "dying" jika aturan ini diberlakukan.

6+5 artinya adalah dalam satu pertandingan, sebuah klub minimal harus memiliki 6 pemain asli negara bersangkutan atau yang dididik di negara tersebut. Ini bakal menarik.... . Kenapa? Masih berkaitan dengan poin sebelumnya..., untuk mencegah pembajakan aset dari klub - klub di negara semenjana. Ayolah... siapa sih yang tidak kenal Messi, Ronaldinho, Robinho, Baptista?? Tapi siapa yang kenal klub Brazil dan Argentina, negara asal mereka?

Aturan ini akan mencegah liga - liga eropa semakin kaya dan semakin berkuasa. Bagaimana tidak, semua pemain hebat dari berbagai benua tentu ingin bermain disana? Kapan dong liga lain maju? Kapan dong akhirnya Persija punya fans club di kota Turin? Kapan dong Liga Champions Asia hak siarnya mahal dan tinggi?


Ya... itu aja sih sekilas pemikiran iseng. Hehe. Well, saya bukan praktisi sepakbola sama sekali, jadi kalau dirasa pemikiran saya "konyol" ya tak apa. Ndak akan tersinggung. :D

Friday, April 25, 2008

Form is Temporary. Class is Permanent. Are They?

Sebenarnya sih maksud dari judulnya gini, “bentuk itu temporer, kelas itu permanen, iya gitu?” Cuma, saya memang suka sok – sokan pakai bahasa Inggris saja. Itupun masih harus dipertanyakan apakah gramatikanya benar atau tidak.

Tulisan ini saya buat beberapa jam sebelum partai Liverpool vs Chelsea pada leg pertama semifinal Liga Champions. Kedua klub dalam beberapa tahun terakhir seringkali bertemu di ajang Liga Champions yang sekaligus juga mengukuhkan hegemoni klub – klub yang berdomisili di Inggris (bukan klub Inggris lho ya, I mean… look at them! MU, Arsenal, Liverpool and Chelsea are all owned, coached and played by all but Englishmen! What a poor football nation!).

Sebenarnya, saya bukan fans keduanya. Tapi entah kenapa, beberapa tahun terakhir saya cenderung memihak Chelsea. Kenapa? Ya… karena saya sangat sebal dengan beragam pernyataan yang senada dengan “form is temporary, class is permanent”. Menurut saya, there’s no such thing like “class”! Bah! Atas alasan apapula sebuah klub berhak mengatakan dirinya classy? Sebuah klub bisa saja juara Champions 15 kali di masa lalu tapi kalau di tahun ini sedang buruk performanya, ya pasti tetap kalah. Jika class ditentukan berdasarkan sejarah masa lalu, mana mungkin di era 90an keatas muncul juara baru? Kenyataannya, AC Milan justru meraih sebagian besar gelar liga Champions mereka di era tersebut.

Tidak ada itu yang namanya class. Klub bagus bergantung pada bagaimana manajemen mengelola klubnya. Isi dengan pemain bagus (bukan mahal), bina pemain muda, jangan cepat menjual rising star, jangan cepat memecat pelatih kalau tidak memenuhi target, buat target jangka panjang…. in 5 years, klub macam Everton, Palermo, Stuttgart, atau Fiorentina pun pasti bisa menjadi juara liga Champions. Apalagi klub yang sudah mapan (baca: sering/banyak menjadi juara) di liga domestik macam Barcelona, Inter Milan, Manchester United, Juventus atau Chelsea pasti bisa mengejar gelar liga Champions milik Real Madrid, Liverpool dan AC Milan. It’s all about managerial, tak kurang tak lebih!

Kalau iya class is permanent, tak perlu lah itu Liverpool membeli Fernando Torres sampai berhutang – hutang segala. Memangnya meraih gelar bisa dengan sejarah masa lalu? Makanya, meskipun saya dulu sempat jadi Liverpudlian, malam ini saya lagi – lagi cenderung mendukung Chelsea. Ayo, Chelski, runtuhkan kesombongan “class” itu!

Wednesday, April 16, 2008

One Piece

Alhmadulillah, akhirnya 11 bulan 26 hari kepengurusan HMIF 2007/2008 berakhir sudah. LPJ yang dilangsungkan hari Sabtu (12/04) lalu pun memutuskan amanah ketua himpunan yang setahun ini sudah saya emban.

Saya sadar bahwa masih banyak hutang yang amanah yang belum terbayarkan oleh saya. Saya sadar bahwa masih banyak pihak yang dikecewakan. Oleh karena itu, saya masih akan terus membantu kepengurusan HMIF dibawah kahim baru Dwinanto Cahyo. Pokoknya, masih ngebantulah sampai tiba harinya saya melepas status sebagai anggota biasa HMIF. HMIF has given too many, I will never be capable enough of paying back what I’ve got here for these years…. . I still owe HMIF so many things. Ya… masih dalam kerangka mensyukuri berakhirnya masa kepengurusan, saya ingin berterimakasih kepada pihak – pihak berikut:

  • DE HMIF 2007/2008
Terimakasih atas kerjasamanya selama ini. Terimakasih sudah banyak member warna pada kepengurusan kita. Kepada kalianlah segala kredit dan apresiasi harus diberikan seumpama ada keberhasilan yang kita capai. Mohon maaf saya karena belum bisa mengoptimalkan semua potensi yang kalian punya.

Terimakasih buat Ibi, dari sejak masa kampanye hingga LPJ, telah menjadi telinga yang mendengar keluhan dan kepala yang membantu memberikan solusi; Jamak, meskipun sibuk di KM dan dimana – mana masih mau bantuin di DE; Vinta, telaten, sabar, dan masih harus sabar memegang amanah jadi DE setahun lagi… semangat, Vin!; Syva, pelit, galak, tanpa kompromi… sori karena ketuanya payah mengatur keuangan, situ jadi repot; Winda, greatest achievement of the year; Nanto, semoga sukses lebih sukses di kepengurusan besok; Catur, keras dan militan, makasih atas jerih payahnya dan sikap tegasnya; Inay, bigos, rame, good job dalam mengurusi urusan yang kalau istilah saya “rutin dan menjemukan”; Adhi, visioner, wise, bertanggung jawab, semoga sukses di DPP; Alsa, cool, calm, unpredictable, terimakasih atas kesabarannya meladeni ambisi “budaya menulis” saya; Halim, tenang dan kalem, good job there with TETAPI; Angga, paling kalem dan sabar, dipuji anak hublu karena kesabarannya membimbing hublu…; Meliza dan Ernes, terimakasih mau “diculik” ke DE dan semoga pengalaman setengah tahun ini bisa bermanfaat buat setahun kedepan di DE.
  1. Ibu Fitrasani, Senator HMIF
Thanks for great partnership selama ini. Fit, kita harus dapet award sebagai duet kahim-senator terkompak nih…. . Hehe, klaim seenaknya gini kita!
  • 2004 IF
Masih pada rame dateng ke acara – acara himpunan, teriak – teriak support ketika nonton pertandingan himpunan, ngekritik, ngebantai, dan ngasih solusi…. . Nuhun. Semoga cita – cita wisuda di bulan XXX (silakan diisi sendiri) bisa tercapai dan tidak tertunda. Hehe. Ayo, semangat TA!
  • 2005 IF
Makasih masih bantuin di tengah badai tingkat tiga yang dahsyat. Semoga semester enam-nya sukses. Viva Grafika! Hehe. Mohon tetep menyempatkan diri mengawasi, mengkritik, dan member saran solusi bagi kepengurusan yang baru….
  • 2006 IF
Antusias dan bergairah tinggi. Jangan patah semangat kalau melakukan kesalahan. Dari kesalahan itu kita belajar. Ayo, belajar lebih banyak dengan aktif di kepengurusan. Jangan pernah segan diskusi sama yang lebih tua. You all have great potential, I do believe in that! You are great and you can make great things!
  • Keluarga dan Pacar
Terimakasih atas dukungan dan kesabarannya dalam menghadapi situasi seperti, “Bal, besok nenek berangkat haji, bisa pulang ga?” “Um…… kayanya… ” dan berlanjut dengan “Ya, gapapa, semoga sukses ya, nak…. ."
  • My Precious
Thanks for being there when I was needy. You kept me breathing in my early period carrying this thing. Hope you’re happy with the way you are now…, you deserve all those happiness.
  • Fajrin, Lafra, Ivan Sugi
Terimakasih udah menjadi teman diskusi dan berdebat yang baik.
  • Simon, Mas Budi, Bung Ronsky dan Rija the Great
Terimakasih sudah menjadi senior yang sangat care terhadap kepengurusan. Semoga saya tidak mengecewakan para swasta sekalian. Hehe. Wish you all your best. Mon, wisuda itu adalah hoki, Mon! Sing sabar…. .
  • Mira Muliarti dan Tim GDK
Mother of GDK. Mengiringi dengan “darah dan air mata” semua kelahiran GDK. Apresiasi juga saya berikan kepada semua kru yang pernah terlibat dalam penggodokan GDK. Hope what you’ve born will be a great thing for HMIF.
  • Ebe, Echa, Dina, Peppy, Denug
Terimakasih kesabarannya dalam menghadapi PM yang sok sibuk…. . Sori yak…. .
  • Ahmy, Yovan, Syaugi… Team Rajawali
Yovan yang punya determinasi, skill dan work rate extraordinary; Ahmy yang skill dan reliable; Ogy yang alim, sabar, skill, hardworker dan luar biasa; We do know that we deserve to be there! You all will always be one of my greatest team mates ever. I shall continue my work, justice must be served!
  • This list could grow endlessly

Saya ga akan pernah bisa menyebutkan semua nama. Apapun, tidak satu amal baik pun yang tidak dibalas oleh Allah. Semoga semua jasa kalian diberi ganjaran yang baik oleh Allah SWT. Semoga aktivitas yang pernah kita lakukan setahun ini bisa menjadi amal baik.

Mohon maaf atas semua kekurangan saya selama mengemban amanah itu…. .

And for all those mistakes I make,
I apologize
And for all those beautiful things we’ve done
I am thankful
If this campus is a “grand line”
then you are my "one piece"

Wednesday, April 09, 2008

Kalau Google Benar Diblokir

Pagi yang aneh. Segerombolan anak - anak yang mengambil kelas Aplikasi Intelegensia Buatan pagi itu sibuk berdiskusi. Ya, diskusi, bukan ngegosip! :p Soalnya yang dibicarakan bukan perihal artis mana yang kawin cerai lagi, tapi berita edan tentang diblokirnya beberapa situs oleh Speedy. Alasannnya? Karena dari situs - situs ini (katanya) kita bisa memperoleh film Fitna. This is ridiculous!

Kenapa ini konyol?

1. Sebenarnya sih, film Fitna itu tidak akan seterkenal ini seumpama dia tidak dielu - elukan dan dilarang - larang peredarannya. Sebelum ada demonstrasi konyol menentang film itu, manalah saya tahu ada film bernama Fitna. Manapula saya berminat menonton apa isinya. Bah! Menonton sebulan sekali saja belum tentu, apalagi menghamburkan uang untuk film yang katanya mendiskreditkan agama saya. Lagipula, buat apa sih saya download film itu? Download ebook dan software penunjang akademis saya saja sudah cukup menghabiskan kesabaran saya apalagi download film yang konon menjelekkan agama saya. Cih, yang benar saja. Umpama film itu berukuran 50 Mb... ha, berapa hari yang saya perlukan untuk mendownloadnya dengan Speedy? Plis deh! Berasa bandwithnya gede amat si Speedy ini!

Jadi, kekonyolan nomor satu adalah: semakin Anda memberi publisitas besar pada hal - hal yang Anda tidak inginkan untuk diketahui publik, semakin besar pula minat orang terhadap hal tersebut. Semakin coba ditutupi, semakin bikin penasaran.

2. Jika sebuah pisau dapur digunakan untuk membunuh orang, Anda tidak lantas membredel perusahaan pembuat pisau dapur. Anda tidak lantas menarik semua pisau dapur dari peredaran. Kan kasihan para koki yang ingin memasak... . Nanti pak Bondan tutup usaha karena tidak bisa lagi wisata kuliner, demikian juga semua pengusaha warteg, warung padang, serta teteh warung nasi langganan saya.

Begitu juga, toh yang dilarang film Fitna. Masa' yang diblokir situs komunitas dan search engine? Yang benar saja! Duh... ini susahnya punya pemerintah yang tidak punya "e-leadership". Hehe, saya mengutip ucapan pak Soemitro Rustam dalam kuliah Sosioteknologi Informasi.

Kekonyolan nomor dua: jangan menyimpan film tak betul di hard disk, nanti kalau pemerintah ingin memberantas pornografi, mereka mungkin akan berpikiran untuk menarik semua hard disk dari peredaran!

3. Saya sudah speechless untuk menggambarkan kebodohan kebijakan ini. Tau ah!

Bayangkan.. nanti kami mahasiswa sedang mengerjakan tugas.. sedangkan Google diblokir. Ini skenario yang mungkin terjadi:
Saya: Oi, Ri, tolong cariin gw software ERP dong, yang open source ya
Teman: Lha, cari aja di Google
Saya: Itu masalahnya, di Indonesia sekarang Google diblokir
Teman: LOL.... -lantas dia mati ketawa karena sedemikian konyolnya kejadian ini-

Lesson learned number three: jangan kasih tau berita ini ke teman yang punya selera humor rendah sekaligus punya penyakit jantung.

Ah sudahlah... . Makin aneh - aneh saja pemerintah kita ini.

Monday, February 18, 2008

Definisi Formal dari Kata “Teladan”

Akhir – akhir ini saya cukup bersemangat dalam mengikuti perkembangan tim GDK HMIF. Setelah semedi, konstipasi, meditasi, dan diskusi panjang melelahkan sejak bulan Mei tahun lalu, akhirnya tim GDK mulai memiliki gambaran GDK HMIF. Profil kader mulai terbentuk dan karakter – karakter yang dirasa perlu dirumuskan sebagai pedoman pengkaderan di HMIF sudah didapat. We are getting closer to it! Tinggal satu masalah: mencari terminologi yang tepat. Disinilah kami bersepakat untuk merujuk pada kamus atau ensiklopedi agar memperoleh diksi yang baik. Setelah hampir sebagian besar entry kami temukan pada Encarta, kami menemui batu sandungan pada terminologi – terminologi yang “Indonesia banget”, misalnya kata “teladan”. Bersepakatlah kami untuk merujuk KBBI.

Entah kapan terakhir kalinya saya ke perpustakaan ITB sebelum hari ini. Sebenarnya saya bukan seorang yang malas membaca. Namun sungguh kunjungan ke perpustakaan ITB adalah sesuatu yang sangat “awful” bagi saya. Jika bisa, tentu saya akan memilih mencari referensi dari Encarta atau dari mbah Google saja daripada mencari KBBI disini. Karena… ok… saya ceritakan saja.

Berada di perpustakaan ITB serasa berada di parkir basement Bandung Indah Plaza. Langit – langit perpustakaan memang benar – benar mirip dengan langit – langit parkir basement BIP. Belum lagi lorong – lorong suram dan tidak nyaman di lantai dua dan tiga… . Ditambah bau apek buku tua yang terbengkalai dan bertumpuk tak teratur di rak – rak. Research university, anyone? Oh, please!

Sebagai makhluk yang jarang mengunjungi perpus, tentulah saya tidak tahu dimana KBBI terletak. Karena itu, saya merasa perlu mencari papan informasi…. . Dan pada momen itulah saya merasakan duka cita yang amat mendalam sebagai seorang mahasiswa Teknik Informatika ITB. Saya rasa papan informasi di parkir BIP saja lebih informatif dari pada papan informasi yang berada di sayap kiri lantai dasar perpus tersebut. Papan tidak menolong, beralihlah saya ke komputer yang seharusnya berisi katalog buku – buku yang ada di perpustakaan. Guess what? Saya terdampar ke zaman dimana GUI belum ditemukan! Saat sebagian distro linux sudah memiliki antarmuka dengan efek 3D luar biasa, katalog perpustakaan ITB hadir dengan antarmuka setara dengan tampilan BIOS. Ugh! Jangan pula Anda tanyakan reliability hasil pencarian yang diberikan. Search for “KBBI”, no result. Padahal ternyata ada.

Ayolah, saya rasa mau koq itu divpro HMIF dikasih proyekan untuk bikin sistem informasi yang layak bagi perpustakaan ITB kami tercinta, sekaligus mengisi ulang database katalognya kalau perlu. Kalau tidak salah sih sebenarnya HMIF memang pernah punya produk SIP (Sistem Informasi Perpustakaan). Tapi entahlah pernah diajukan untuk diimplementasikan di perpus pusat atau tidak.

Kan katanya ITB mau jadi research university. Masa’ kantin lebih ramai daripada perpus (ada tulisan saya lainnya terkait dengan hal ini disini). Padahal kan tak terhitung berapa buku bagus yang mungkin tersembunyi di lorong – lorong gelap dan bau apek di perpus itu. Saya bukannya tidak bersyukur dan mendambakan perpus yang mewah dan macam – macam. Saya hanya mendamba perpus yang nyaman, bersih, comfortable dan memiliki sistem informasi yang mengindikasikan bahwa kita berada di abad 21 (dan ini toh bisa didapat dengan biaya cukup murah mengingat di kampus ini ada sekelompok mahasiswa IT haus proyek yang harga jasanya nampaknya lebih reasonable dibandingkan dengan memproyek keluar). Betah nanti saya berlama – lama membaca buku, dari Hatta hingga Tan Malaka, dari Pramoedya hingga Emha, dari Halliday hingga Knuth. JK Rowling dan JRR Tolkien mungkin bolehlah ditambahkan. Hehe, mau perpus apa comic corner sih? :D

Eiya, ngomong - ngomong, definisi formal kata "teladan" apa ya? Anyone?

Saturday, February 09, 2008

Layu Sebelum Berkembang

Sebenarnya, tulisan ini merupakan terjemahan bebas dari tulisan Carlo Garganese, jurnalis www.goal.com favorit saya. Saya sebut terjemahan karena ya…. memang menerjemahkan saja, tidak banyak ide orisinil saya yang terlibat dalam tulisan ini, hampir 90% merupakan gagasan Mas Carlo (harusnya saya panggil Senor mungkin?). Saya sebut bebas… karena setelah saya menangkap gagasan inti Mas Carlo, saya tidak sungguh – sungguh menerjemahkan kata per kata atau kalimat per kalimat, sebebas saya saja…, seingat dan sepemahaman saya saja. Malas juga kalau harus kembali mencari artikel lama tersebut.

Carlo menyoroti perkembangan “daun muda” sepakbola di tiga negara sepakbola terkemuka: Italia, Spanyol dan Inggris. Menurut Carlo, dan beliau adalah seorang warganegara Italia jadi maklum saja kalau ada “domestic bias”, model pengembangan pemain muda di Spanyol dan Inggris kurang baik. Di Spanyol dan terlebih di Inggris, pemain – pemain muda “dipekerjakan” terlalu keras sejak dini. Sejak umur 18 – 19 tahun, pemain – pemain seperti Wayne Rooney, Cristiano Ronaldo, Cesc Fabregas, Lionel Messi atau Sergio Aguerro sudah secara regular bermain di klub dengan jadwal padat: liga domestik, piala liga, dan liga Eropa. Bayangkan, menginjak usia 23 tahun kelak, sudah berapa tackle sudah dirasakan seorang Lionel Messi? Seorang pemain dapat sembuh dari cedera, tapi engkelnya tidak pernah lagi engkel yang sama, demikian juga pace yang dimilikinya. Efeknya, pada usia yang harusnya menjadi usia emas pemain tersebut, sang pemain sudah kehabisan sebagian besar atribut fisiknya. Contoh yang paling tenar: Michael Owen. Saya sendiri berpendapat, Owen saat ini seharusnya pada usia emas, bukan saat ia 18 tahun dulu. Tapi, what does he achieve now? He is much like ex-rising star, without never really be a star.

Carlo membandingkan dengan model Italia. Pemain muda klub – klub besar Italia lebih lama “bergerilya” dengan dipinjamkan ke klub – klub kecil dengan jadwal yang tidak begitu padat. Katakan Marco Andreolli milik Inter, Sebastian Giovinco milik Juventus, atau Lino Marzoratti milik Milan. Anda tidak kenal mereka? Wajar, mereka belum menjadi seorang bintang sungguhan, sabar. Anda kan tidak kenal Andrea Pirlo waktu berumur 19 tahun? Atau… coba nama – nama ini: Gianluigi Buffon, Fabio Cannavaro, Alessandro Nesta, Luca Toni, ada yang Anda tahu dimana mereka bermain pada usia 18 – 20 tahun? Nah! Menurut Carlo, model ini lebih baik karena para pemain muda “matang pada waktunya”. Lihat saja pencapaian mereka saat ini!

Saya sendiri sependapat, diluar kenyataan bahwa saya juga penggemar sepakbola Italia. Untuk menambah argumentasi, saya ingin mengambil contoh tim nasional lain yang memiliki prestasi di ajang internasional: Jerman (FYI saya tidak suka Jerman, sungguh). Lihat lah nama – nama berikut: Lukas Podolski, Philip Lahm, atau Sebastian Schwansteiger masih dipandang sebagai “rising star” di usia mereka yang rata – rata 20an. I bet they will be great when they are 23 or 25. Jadi, saya setuju dengan Anda, Senor Carlo.

Mungkin ada pengecualian untuk Brazil… they’re extraterrestrial! Pato, Kaka, Robinho, Baptista, etc. Yah, apa boleh buat, di Brazil kan sepakbola sudah seperti agama. Trivia quiz, siapa presiden Brazil? Entah. Siapa menteri olahraga Brazil? Pele, eh sudah ganti belum sih? :p

Is That A Singing Contest?

Saya masih memegang prinsip saya bahwa pelaku hal – hal yang sampaikan sebagai hal buruk dalam blog ini harus diganti dengan variable samaran, sebaliknya pelaku “kebaikan” wajiblah disebutkan namanya. Kecuali jika suatu saat saya kelewat emosi. :D

Oleh karena itu, saya cukup menyebut reality show tersebut dengan X. X adalah sebuah contoh sempurna betapa acara televisi dapat merusak kehidupan. Kya kya, berlebihan ah. Tapi… please.., is that a singing contest?

Acara X berlangsung sejak jam 6 magrib dan berakhir…. yak, betul, pukul 12 malam! Sebenarnya, seandainya saja acara tersebut menyuguhkan sajian musik berkualitas saya pasti senang, karena berarti ada suguhan menarik selama… tunggu.. 6 jam? Ayolah, segala sesuatu, sekalipun yang baik, kan ada dosisnya. No, I don’t want to see a great music contest for six straight hours! Apalagi jika acara kontes musik yang sebenarnya tidak bermutu.

Ayolah, X lebih tampak seperti acara member komentar lucu dari para juri, eh apa sebutannya, juri bukan sih untuk ketiga tukang komentar itu? Ya, itulah. Bayangkan, lima menit menyanyi bisa ditimpali hampir setengah jam komentar! Ugh! Saya rasa kalau kelak RCTI harus menyewa ketiga orang ini untuk menjadi komentator siaran langsung Euro 2008. Karena, jika tiba – tiba terjadi kesalahan teknis dan siaran harus delay, para komentator ini sanggup koq memberi komentar tidak jelas sembari menunggu satu babak pertandingan sepakbola selesai. Dan tak usah, khawatir, nampaknya mereka cukup disukai para pemirsa.

Nah! Poin paling mengherankan dari keseluruhan reality show X ini: penggemarnya banyak! Asumtif sebenarnya, tapi… ayolah, Anda kan tidak akan memutar acara 6 jam sehari, 5 kali seminggu jika acara tersebut tidak disukai dan tidak mendatangkan banyak uang toh? Jadi… acara ini disukai? Sedemikian hingga sang produser dan stasiun televisi menayangkannya setiap hari sebanyak jumlah jam tidur yang direkomendasikan bagi orang dewasa sehat? Arghhhhhhhh….. our society is in problem! Masyarakat kita benar – benar kekurangan hiburan kalau begitu. Hfff.

Kalau dipikir – pikir, koq saya yang sewot? Ya, biar dong, blog saya! Hehe, merasa terganggu saja, sekian lama waktu siaran tersebut… rasanya tidak berharga deh. Apalagi mengingat sedang gencarnya imbauan untuk melakukan efisiensi energi demi mitigasi global warming*! Hey, ayo, matikan televisimu! Tak usah kau tonton acara tak berguna macam itu, hemat energi! Kekekekeke. I mean it, really.

* berdasarkan laporan, efisiensi energi di rumah tangga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 10%, hehe, oleh – oleh mengerjakan Imagine Cup nih

Kecil Kecil Belajar Jadi Preman

Sudah sejak lama saya menganut prinsip transaksional dalam berhadapan dengan pengamen. Intinya, tidak ada kasihan, pun tak ada umpatan. Dia jual, saya beli. Dia menyanyikan lagu yang enak, saya terhibur, ya saya beri uang. Tidak enak… ya sudah, Anda belum beruntung. Karena masalah pengamen dan anak jalanan ini memang selalu berada pada “moral gray area”. Ada yang bilang, jangan dikasih, sama saja dengan memelihara profesi mereka. Lebih baik diambil dan dididik saja. Entahlah, belum ada kemampuan untuk itu, jadi saya terus pada prinsip saya saja: transaksional. Lu jual, gw beli. No charity involved.

Tapi ada satu bentuk mengamen yang saya benciiiiiiii. It sounds like this:

“Seribu aja… seribu aja… se..ribu aja….”

Saya rasa jika Anda cukup gegabah untuk keluar berkendara di jalan Dago pada malam minggu tidak akan asing dengan syair lagu (jika kita bisa menyebutnya lagu) diatas. Biasanya dinyanyikan oleh sekelompok anak sekolah menengah atas dengan tujuan ngedanus.

Oke, kembali kita ke “moral gray area” untuk masalah ngedanus dengan mengamen. Pada akhirnya, saya kembali kepada prinsip transkasional tadi saja, jika ada yang mengamen, sekalipun sedang ngedanus, ya saya bayar jika saya merasa menikmati lagu yang dibawakan (tadinya mau saya tulis “dingameni” tapi jelas akan menunjukkan penggunaan tata bahasa yang ngawur). Jika saya tidak terhibur, maaf sobat.

Tetapi fenomena malam minggu di Dago adalah sebuah hal yang menyebalkan. Anak – anak sekolah ini akan terus berada di depan mobil Anda sambil menyanyikan (jika bisa disebut sebagai menyanyi) lagu tidak jelas itu dan sesekali bergerak tak karuan (uh, tak sampai hati saya menyebut kata “menari”, namanya peyorasi terhadap kata “menari” nanti). Hey, who do you think you’re kidding with?! Jika Anda tidak memberi seribu yang mereka tuntut, mereka tidak akan beranjak, mobil Anda tidak dapat bergerak, lalu lintas bertambah macet, dan mobil lain di sekeliling akan mulai membunyikan klaksonnya. Jadi, umumnya kita akan menyerah dan meberikan seribu tersebut dengan terpaksa.

Ugh! Itu namanya premanisme! Hehe. Ok, saya tidak benar – benar mencari tahu sih apa definisi KBBI tentang premanisme. Silakan Anda cari, kalau saya salah silakan protes, nanti saya cari kata lain lagi. :p Tapi… segerombolan orang memaksa orang lain menyerahkan uangnya, meskipun atas nama ngedanus, adalah bentuk pemalakan, adalah bentuk premanisme! Kecil – kecil belajar jadi preman!

Kreatif lah sedikit wahai teman. Buatlah musik yang menarik, yang menyenangkan, orang pasti akan simpati dan memberikan Anda “ganjaran” yang layak. Percaya atau tidak, dulu setiap kali saya makan siang di Gelap Nyawang sehabis Jumatan, selalu ada sekelompok pengamen cilik yang memainkan biola dan membawa lagu – lagu yang enak didengar. Favorit saya, Cinday! Saya lihat, gelas air mineral mereka selalu penuh dengan uang kertas ribuan atau bahkan lima ribuan. Audience just love them! Dan saya pun tak pernah ragu untuk “membayar” jasa menyanyi mereka.

“Cinday lah mana….,” ah, saya lupa syairnya!

From Stats Become Myths

Masih dalam suasana tahun baru, ada beberapa hal yang saya tidak suka dari perayaan tahun baru:
  1. Kembang Api dan Petasan
  2. Terompet
  3. Ramalan Mama Xxxx atau Ki Yyyyyy

Hehe. Entah apa negeri ini sedang krisis kepercayaan akan hal – hal rasional, atau karena stasiun televisi kurang kreatif, atau mendengarkan kebohongan sudah menjadi hiburan, tapi yang jelas… setiap kali tahun baru hampir seluruh stasiun televisi dan media massa lainnya menampilkan ramalan! Ramalan yang disajikan pun beragam, mulai dari ramalan gaya astrologi biasa hingga astrologi Cina, mulai dari paranormal tradisional macam Ki Sesuatu atau Mbah Sesuatu hingga pelamar “kontemporer” macam Mama Sesuatu atau Madam Sesuatu. Guess what? Those things make me sick!

Saya hanya punya satu hipotesis dengan dunia ramal meramal: that kind of things doesn’t exist! Kenapa? Karena jika saya sungguh – sungguh bisa meramal, percayalah, saya tidak akan membuka REG RAMALANBANGIQBAL untuk Anda! Um, lebih menarik jika saya ramalkan saja saham mana yang akan naik besok di Bursa Efek Jakarta. That way, I could earn much more money, I guess.

Jadi, pertanyaan besarnya, kenapa seseorang yang sanggup melihat masa depan harus repot – repot pasang iklan di berbagai media untuk “mencari sesuap nasi ” dengan kemampuan meramalnya? Jawaban saya, because they can’t foreseen anything, kecuali mungkin market research bahwa masyarakat kita masih gampang dikibuli. Ayolah, semua orang bisa membuat ramalan seperti:

“Akan ada sosok yang dulu disegani meninggal pada tahun 2008 ini”

Oh my God! That’s so stupid because...

  1. Setiap tahunnya ada banyak orang meninggal
  2. Tidak sedikit dari orang – orang yang meninggal setiap tahunnya adalah orang yang pernah disegani, terlepas berapa besar scope nya

Kalimat ini bisa lantas dirujuk sebagai “ramalan yang tepat” seumpama orang seperti Soeharto meninggal kelak. Atau mungkin Pak Habibie, atau mungkin Hidayat Nur Wahid (alm), atau mungkin.. come on the list goes on.. orang – orang yang dulu disegani dan memang sudah kian berumur tahun ini. It’s just a matter of time that death will come after them. What is a real thing? Kalau ada yang bisa mereamalkan siapa juara Euro 2008, siapa runner up nya, berapa skornya, siapa saja pencetak gol pada partai finalnya, dan pada menit berapa gol – gol tersebut terjadi! That is a real “prophecy”.

Lucunya, hal – hal berbau “klenik” ini justru lebih sering terjadi dalam cabang olahraga yang paling saya sukai, sang candu dunia modern, sang berhala abad 21: sepakbola! Dalam sepakbola, seringkali statistik berubah menjadi mistik. Maksud? Pernah dengar komentator di televisi berargumen seperti ini,

“Tapi bung, bukankah sudah 40 tahun ini Indonesia tidak pernah menang melawan Brazil di Rio de Jeneiro? Nampaknya akan sulit ya bung?”

Ok, lupakan kenyataan bahwa contoh diatas adalah contoh yang bodoh karena…:

  1. The fact, Indonesia tidak pernah bertemu Brazil memang
  2. Apalagi di Rio de Jenero
  3. Dan mungkin 40 tahun kedepan, timnas Brazil masih belum akan sudi mengundang PSSI ke Brazil…

That’s not my point. Tapi, sering kali data statistik justru dipercaya dan diperlakukan laksana “mitos”. Tifosi lantas senang berfantasi seperti, “Dulu dengan Trio Belanda Milan buas, sekarang dengan Trio Brazil Milan makin ganas!” And this example is for real, really. Bacalah rubrik suara tifosi di tabloid Bola misalnya.

Makanya, saat Juventus –tim kesayangan saya- akan bermain, saya menghindari membeli tabloid olahraga… karena nanti saya terlalu terbawa dengan mitos – mitos tak berdasar itu. Lagi pula, saya toh tak berniat berjudi, tak ada gunanya beragam prediksi itu! Lebih enak beli koran esok paginya, tentunya kalau Juve menang! :p

Tak Hanya Diam

Sesungguhnya, saya memiliki cukup banyak “target” untuk tahun 2008 ini. Tapi tidak semuanya saya tuliskan di blog tentunya. Yang saya tuliskan disini hanyalah hal – hal yang saya rasa ada baiknya jika di-share dengan banyak orang dan tidak menimbulkan image bahwa saya orang yang sangat eksibisionis dan ekstrovert. :D

Secara garis besar, saya berharap tahun ini saya Tak Hanya Diam. Maksudnya? Ya… tak hanya diam dalam banyak hal. Masa’ sudah hampir empat tahun berkuliah di IF ITB ga punya karya? Masa’ sudah hampir selesai kepengurusan HMIF tapi masih banyak hutang yang harus dikerjakan? Masa’ sudah setua ini belum juga punya gambaran masa depan? Masa’ jadi beraktivitas tapi ga punya integritas? Kira – kira, untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan tersebutlah saya tidak ingin hanya diam.

Rencana Besar

Um, selama empat tahun hampir saya menjadi seorang mahasiswa informatika, tapi rasanya minim sekali saya memiliki karya. Selama ini sebagian besar hal berbau informatika yang pernah saya kerjakan adalah tugas kuliah atau tugas rekrutmen lab. Diluar itu, hanya satu atau dua proyek kecil kecilan yang pernah saya kerjakan. Oleh karena itu, saya merasa, tahun ini saya harus membuat karya. Step yang paling dekat adalah Imagine Cup. Alhamdulillah, meskipun sebenarnya sudah cukup meleset dari jadwal yang diperkirakan hingga saat ini progress nya masih cukup baik. Tim saya, Rajawali, sebenarnya sudah punya target juga tapi demi menjaga ke-tidak-eksrovert-an saya maka targetnya apa tidak akan saya ungkap dulu disini. Yang jelas targetnya cukup besar, makanya saya beri tajuk “rencana besar”.

Selain itu saya juga menargetkan bisa menyelesaikan 3 side project tahun ini. Plus kalau bisa diakhir tahun bisa mendapatkan salah satu sertifikasi programmer yang diakui internasional seperti Sun Java Certified Programmer misalnya. Dan… ya, satu lagi, mulai bulan April harus mendapatkan kerja part time! Ayo semangat! Semester 9 harus mandiri!!!

Harmoni

Salah satu masalah besar para pelaku kemahasiswaan kampus ini adalah: integritas. Saya termasuk orang yang kacau untuk urusan ini. Tah pa pa! Iqbal Farabi yang berada di forum – forum ketua himpunan sangat berbeda dengan Iqbal Farabi yang ada di ruang kelas. Tak betul! Oleh karena itu, saya rasa saya harus menjaga harmoni antara apa – apa yang saya ucapkan dan yang saya perbuat, terutama dalam konteks saya sebagai seorang ketua himpunan. Oleh karena itu, tahun ini saya bertekad untuk belajar berintegritas…. . Pasti sulit, tapi harus bisa. Tah pa pa, paham segala macam tetek bengek tri darma perguran tinggi, peran fungsi posisi mahasiswa, dan segala macam konsep dewa itu kalau praktek di lapangannya nol! Ayo… belajar berintegritas, Bal!

Belum Terlambat

Yang satu ini tentang akademis. Walaupun akan terdengar seperti excuse, namun sungguh saya bukanlah penggemar sistem pendidikan ITB. Buku “Laskar Pelangi” dan “Orang Miskin Dilarang Sekolah” yang baru – baru ini say abaca menyadarkan saya satu hal: sekolah adalah barang mewah bagi sebagian besar rakyat Indonesia! Jadi… suka atau tidak suka, saya harus menjalani kewajiban akademis saya dengan baik, dalam artian berprestasi dan berkontribusi sesuai dengan bidang saya. Supaya tidak kufur nikmat. Oleh karena itu, semester ini saya bertekad untuk berprestasi dulu, baru nanti berkontribusi. Lha, piye, mau kontribusi gimana kalo ga punya ilmu? Jadi…, mari giat kuliah semester ini, belum terlambat!

Ketika Thariq bin Ziyad tiba di semenanjung Andalusia, para prajurit yang dipimpinnya takut melihat jumlah tentara yang menghadang. Thariq lantas membakar perahu – perahu yang merupakan satu – satunya sarana untuk melarikan diri dan mengeluarkan orasinya yang terkenal itu, “bla.. bla.. bla..”. Ok, saya lupa redaksi persisnya! :p Intinya, terjemahan bebas, di belakang tinggal laut, there is no escape. Di depan ada pasukan musuh, buanyaaaaaaaak. Mundur dan kamu akan mati percuma. Maju, mati dan raihlah kehormatanmu. Hasilnya? Sebagaimana yang kita ketahui dari sejarah, pasukan Thariq bin Ziyad berhasil menaklukan Andalusia. Dan… melalui resolusi yang saya publish secara terbuka di blog ini, saya sedang membakar perahu saya.

Tribute yang sebesar – besarnya bagi Padi atas judul album dan judul – judul lagunya yang saya gunakan dalam blog ini. Semoga tidak termasuk pelanggaran hak cipta. :)

“Semua perkataan yang menjatuhkan
tak lagi kudengar dengan sungguh
Serta tutur kata yang mencela
tak lagi kucerna dalam jiwa
Ku hanya pemimpi kecil
yang berangan tuk merubah nasibnya”

-dari “Sang Penghibur” oleh Padi dalam album “Tak Hanya Diam”-

Should We Really Celebrate New Year?

Baru – baru ini saya senang menonton serial “How I Met Your Mother”. Diluar kenyataan bahwa serial tersebut sangat tidak “ketimuran”, tapi serial ini sungguh lucu dan cukup “smart”. Dan… satu hal yang saya sangat senangi adalah, serial ini ternyata sepakat dengan saya dalam satu hal: New Year’s Eve sucks!

Karena itulah, suatu kali saya memasang status pada instant messenger saya: “should we really celebrate new year?”. Dan sebuah jawaban menarik datang dari seorang rekan,

“Ya nggak lah. Ngapain? Tapi…. ada bagusnya lho kita punya system penanggalan kaya’ gini, you could make new year as checkpoint to review and preview your life!”

Waha! Menarik sekali ini! Well…. Sebagai makhluk yang sangat dependen terhadap waktu, tentunya memang kita butuh patokan, checkpoint kalau kata teman saya. Sistem akademis saja menatapkan tanggal – tanggal tertentu untuk mereview pelaksanaan belajar mengajar (dalam bentuk UAS, UN, EBTANAS?). Perusahaan pun menetapakan waktu untuk membuat preview (dalm bentuk rencana anggaran bulanan, tahunan?). Mungkin saya juga harus mencobanya… .

Well… should thanks Astrid Dita so much for this thought. Demi kenyamanan pembacaan di blog dan demi membuat blog saya nampak banyak post, saya bagi saja preview tahunan saya pada post lain.

Hmm… sengaja saya ambil dari judul lagu Padi, untuk mengembalikan khittah blog ini sebagai blog yang bertajuk “Thoughts, Rhythm and Puzzle”… I’ve missed the rhythm for so long now. Dan jangan khawatir, Anda tidak akan menemukan diary online pada kedua post tersebut, semoga. :D . Masih mencoba memposisikan blog ini sebagai sarana berbagi ide dan pemikiran koq… . :)