Friday, October 31, 2008

Antara M31F dan Konten Lokal

Katakanlah saya sedang meracau. Terutama pada dua minggu terakhir memang saya banyak melakukan tindakan yang mengindikasikan terlahir dari pemikiran yang tidak jernih. Salah satu tindakan tersebut adalah saat akhirnya memutuskan untuk mengeluarkan liabilitas baru di saat resesi ekonomi global. Bahasa gampangnya: beli notebook baru di saat dollar sedang naik!

Jadilah saya aktif menulusuri toko - toko online untuk melakukan survey harga. Kalau masih perihal harga, ternyata memang tidak sulit dicari. Bhineka.com, misalnya, menyediakan informasi yang lengkap dari segi harga dan spesifikasi produk. Jadilah pada akhirnya, dengan menempatkan kemampuan processor, merk chipset, ukuran memori dan budget kantong sendiri sebagai komponen utama penilaian, beberapa nominator pun siap untuk masuk ke tahap selanjutya: benchmarking! Here comes the hardest part!

Sebagai seorang fungsionalisme*, tentunya saya sangat menjunjung tinggi nilai - nilai benchmarking. Ahaha. Oleh karena itu, bergegaslah penulusuran dilanjutkan ke situs - situs seperti www.notebookreview.com.

Persoalannya..., notebook - notebook yang sudah saya filter tadi, tidak ada di daftar benchmark mereka! Dung! Kenapa? Karena memang semua yang masuk daftar kandidat adalah merk lokal: beberapa seri BYON dan seri AXIOO. Paling hanya ada merk - merk internasional macam Acer, Toshiba, Asus, Lennovo atau Sony. Apart from Acer, merk - merk lain sudah diluar jangkauan kantong saya. Dari segi spesifikasi, Acer dengan kisaran harga yang sama cenderung kalah spefisikasinya dibandingkan dengan BYON atau AXIOO.

Ah... ini lah, kan. Mencari konten lokal di dunia maya ternyata sulit sekali. Dalam domain yang lain, saya ambil contoh dengan "Goodreads". Situs semacam ini dengan konten buku - buku Indonesia ternyata sulit ditemukan. Saya tidak habis pikir sebenarnya, di saat banyak domain yang memang cocok untuk dibuat konten yang sifatnya lokal, kenapa justru para developer sibuk mengembangkan portal - portal** yang sebenarnya sudah padat pemain seperti social networking (pernah ingat cerita soal "Temanster"?).

Akhirnya, pemikiran ini membawa saya berniat untuk membuat sebuah web app untuk sebuah domain yang saya rasa sangat cocok diisi dengan konten lokal. Insya Allah dari segi konsep sudah dibuat. Sekarang sedang pemilihan framework dan persiapan konsep visual (sebenarnya di bagian ini yang butuh sekali bantuan, since I'm not quite proficient designer). Kalau sudah selesai, yang ditargetkan dalam 3 bulan, saya post lagi hasilnya dan saya pranala balik post yang ini. Mohon di doaken sahaja. Bantuan lain pun sangat diapresiasi: infrastruktur (hosting, domain, account paypal buat bayar keduanya... hehe), bantu koding, bantu kirim makanan, sampai bantu kirim salam juga boleh. :D

Eniwei, pilihan saya akhirnya jatuh BYON M31F. Sama sekali pilihan yang tidak mengecewakan! I'll write a review about this later.


Catatan:
* kata orang, idealisme itu ditandai dengan -isme, jadi ideal versi saya kan berbelanja itu berdasarkan fungsionalitas.... jadi, bikin sendiri istilah "fungsionalisme". Ga jelas.
** entah kenapa kalau dibilang "situs" orang cenderung menganggap remeh. Saya dan Syaugi berpendapat bahwa masyarakat non IT cenderung menganggap keren istilah "portal" while we prefer to say "web application" [QBL09].

Tuesday, October 14, 2008

Being Offline is Good. Is It?

Ha!

Tadinya, judul post ini adalah "Being Offline is Good" saja. Tapi kemudian saya mengubahnya menjadi seperti yang Anda lihat, "Being Offline is Good. Is It?". Ada penambahan sebuah kalimat singkat yang menyiratkan keraguan terhadap kalimat sebelumnya.

Ok, saya kadang merasa heran bagaimana seseorang bisa ter-attach begitu rupa kepada aneka ragam yang disediakan oleh dunia aladdin bernama internet. Plurk, misalnya. You're life, on the line... kata mereka. No, thanks. I won't put my life on the line for some headless four legged meat like that*. Hehehe. Pun, tadinya saya juga tidak berencana untuk mempunyai account di Facebook. Bahkan, saya juga berniat menghapus account Friendster saya. Being offline is good. That's what I wrote. Satu - satunya jejak saya di dunia maya mungkin hanya blog ini sahaja.

Sampai... saat saya menyadari satu hal: teman - teman saya yang bersekolah di luar negeri cenderung menjadi orang - orang yang paling aktif di milis angkatan! My best bet is that... mereka senang bisa berinteraksi dengan komunitasnya, yakni angkatan kami. Dan... internet memberikan sarana yang mudah untuk itu!

Ya... kalau diingat - ingat, memang pertama kali saya ikut Friendster pun untuk tetap 'stay tune' dengan teman - teman saya, khususnya teman - teman semasa madrasah aliyah. Oh yeah, it's MA! Meskipun entah karena apa saya lupa, social networking menjadi sebuah hal yang membosankan bagi saya.

Tapi.... ternyata belakangan ini saya juga cukup tidak 'stay tune' dengan rekan - rekan seangkatan di IF. Entah karena sudah cukup banyak yang lulus dan hampir lulus (Oktober ini), entah karena saya memang cukup jarang ke labtek V selain jam kuliah yang sudah tidak banyak lagi, atau entah karena apa lagi. Untung saja akhirnya masih sempat subscribe di milis IF04 yang ada di Yahoo Groups. And... thanks God. Setidaknya saya bisa mendengar kabar - kabar dari teman - teman, melihat (membaca?) beberapa konflik online yang lucu juga untuk diikuti, membaca komentar - komentar jahil kepada seorang oknum yang kadang bikin senyum saat membaca komentar - komentar tadi, de el el lah. Mungkin saat benar - benar sudah pada lulus semua (rekan seangkatan dan saya sendiri) nanti dan saya tidak bisa senantiasa berinteraksi langsung dengan sobat - sobat muda tersebut :p, I'll think about going back into social networking again.

Demikianlah, saya merombak isi tulisan saya, mengganti tajuknya, dan berhenti memusuhi social networking dan kroni - kroninya. Nanti saya kena karma. Even worse.. Plurk's karma. Being offline is good, as well as being online is. Saya bisa bercakap - cakap dengan teman nun jauh di Korea sana via Pidgin dan menggosipkan betapa efek wajib militer di Korea menghasilkan pemuda - pemuda yang berbadan tegap dan gagah (that's what she said, not me) seperti layaknya kami sedang duduk ngobrol di sekre himpunan dan mendiskusikan kenapa anak ITB identik dengan kumel dan tidak modis, sebagai contoh. Well, it's just a chit chat, indeed. So, any ITB students who feel that they're fashionable shouldn't feel offended and pointing gun at me, "so you know fashion, huh?". "I certainly don't", I'll answer. In fact, anyone shouldn't feel offended with that, it's merely poor accusation. Hehehe.

But still, I'm not thinking about going "plurking", for now. Still not yet thinking that people should know everything I [feel], everything I [think] or even everything I [eat]. Ehehehehe.



"Sungguh celaka orang yang tak bisa punya sahabat tulus selama hidupnya,
Dan lebih celaka lagi orang yang punya sahabat tulus
namun kemudian kehilangan sahabat seperti itu"
-Imam Ali bin Abi Thalib dalam Nahjul Balaghah-


Notes:
* sedikit memodifikasi lelucon dari komik strip yang dipublikasikan disini.

Wednesday, October 08, 2008

Sekarang Tanggal Berapa Syawal?

Pertanyaan ini mungkin agak gampang dijawab saat masih hari H, H+1 atau H+2 lebaran. Setidaknya setiap menonton televisi kan ada liputan arus balik H+n, meskipun terminologi arus balik itu sendiri aneh, setidaknya kata mas Aul. Seiring semakin kembalinya kita ke kalender masehi dan aktivitas kantor serta sekolah, umumnya pertanyaan "sekarang tanggal berapa syawal?" pun semakin jadi sulit dijawab. Tapi itu belum terlalu sulit.

Pada tahun - tahun tertentu, pertanyaan ini akan semakin sulit dijawab, bahkan pada hari H, H+1 ataupun H+2 lebaran. Kenapa? Karena eh karena, umat Islam di negara ini susah sekali untuk mencapai kata sepakat dalam berlebaran.

Sebenarnya, sebagai warga Muhammadiyah, saya memang kadang agak - agak merasa bersalah kalau sedang berselisih lebaran dengan ketetapan Departemen Agama (eh, Depag atau MUI sih yang biasanya mengeluarkan ketetapan 1 Syawal?). Ya, tapi mengingat reputasi Depag yang tidak baik, terutama di mata saya, maka saya akhirnya mempercayakan imamah saya pada sekelompok orang yang insya Allah saya percaya amanah: Majlis Tarjih Muhammadiyah. Depag? Nanti deh, kalau mereka sudah becus mengurusi Insan Cendekia* dan masalah dana haji, I may be considering them as some organization people can actually depend on.

Tapi, persoalan yang ingin saya angkat sebenarnya bukan fokus disana. Dalam salah satu diskusi di milis Maltavista**, seorang rekan, namanya mas Kani, pernah melontarkan sebuah hal yang menarik. Apa tuh?

Sebagai umat Islam, kadangkala ada lah sedikit ghirah*** untuk terbiasa dengan kalender hijriyah. Persoalannya, dengan beragam perbedaan yang ada sekarang, tentunya sulit untuk bisa sepenuhnya bergantung pada kalender hijriyah ini. Contoh kasus:

A: Boy, loe koq belom dateng nih, kita kan hari ini harus berangkat ke BPPT?
B: Lho, bukannya besok ya, tanggal 7 Syawal kan?
A: Iya, sekarang kan tanggal 7 Syawal!
B: Wah, sori sori, gw lebarannya beda sama lo!

well, kasus diatas menunjukkan bahwa dengan perbedaan yang ada sekarang, kalender hijriyah menjadi sistem kalender yang tidak reliable. Sebagai kredit, contoh kasus tersebut adalah contoh persoalan yang diajukan mas Kani, dengan sedikit modifikasi. :D

Iya sih, konon katanya ada hadis Rasul yang menyatakan, "perbedaan diantara umatku adalah rahmat". Tapi kita kan butuh sebuah konvensi untuk bisa menjalankan segala sesuatu dengan lebih teratur. Yeah, convention over configuration****!

Kemudian timbul pertanyaan yang lebih besar lagi di benak saya yang kemudian saya coba diskusikan kembali di milis Maltavista, ada dua hal:

[1] Mengingat kalender hijriyah baru diciptakan pada masa khalifah Umar bin Khattab, maka sebelum ada kalender tersebut, bagaimana umat Islam menghitung tanggal? Beberapa ritual agama Islam kan menggunakan tanggal yang sekarang sudah eksak: Idul Fitri pada 1 Syawal, wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah, atau puasa sunnah pada setiap pertengahan bulan. Juga puasa senin dan kamis! Tapi dari sedikit baca - baca Wikipedia, cuma ada sedikit keterangan tentang kalender Arab pra-Islam dan kalender Islam pra-Hijriyah. There should be some calendar system back then, I believe! But what?

[2] Pertanyaan ini akan mudah terjawab jika pertanyaan pertama terjawab. Kan Idul Fitri seringkali berbeda dirayakannya oleh ummat Islam, tapi bahkan dalam tahun - tahun dimana Idul Fitri dirayakan pada hari yang berbeda, Idul Adha umumnya tidak dirayakan pada hari yang berbeda. Kenapa ya?

Nah, saya tulis juga pertanyaan - pertanyaan ini di blog karena.... ya, berharap ada yang mampir dan bisa ikut berdiskusi. Hehe. Saya juga masih mencari - cari jawabannya sih. Nanti kalau sudah ketemu saya bakal posting lagi. :D

Notes:
* Insan Cendekia, alias MAN Insan Cendekia, alias IC, adalah madrasah saya tercinta yang 'dicaplok' Depag dan dibuat menjadi madrasah yang mengenaskan.
** Maltavista adalah nama angkatan saya di IC. Hehe, di madrasah kami memang tiap angkatan masih pakai nama - nama gitu.
*** Ghirah, bahasa Arab... artinya kurang lebih.. "semangat" lah gitu. I suspected that this word is the origin of Indonesian word "gairah".
**** Sebenarnya tidak penting untuk dijelaskan, ini semboyannya CakePHP dan Ruby on Rails: convention over configuration.