Pagi tadi saya datang ke final Imagine Cup 2007 untuk Indonesia dengan niat mendukung teman2 IF yang berlaga disana. Dari 14 tim yang masuk final, dari IF ITB ada 5 tim kalau tidak salah. Dan konon kabarnya, dari 5 finalis yang tersisa untuk besok, 4 diantaranya dari IF ITB. Banggalah dengan kakak2 kelas saya itu. Hade lah!
Oiya, Imagine Cup ini adalah sebuah kompetisi yang diadakan oleh Microsoft secara besar2an di berbagai negara. Final untuk tingkat internasionalnya sendiri akan berlangsung di Korea Selatan.
Datang pertama kali saya langsung bingung. Oleh seorang alumni saya diberitahu bahwa tempatnya ada di gedung pos di jalan Banda. Turunlah saya disana...
-sing...-
Koq sepi? Tak satupun spanduk atau baligo bertuliskan "Imagine Cup" terpampang. Saya salah tempat jangan2! Beruntung bertemu seorang teman, Feri (IF05), yang meyakinkan saya, "iya kak, emang disini koq tempat final Imagine Cup," katanya. Ah, tah pa pa Mikocok ini! Sudah kehabisan duit mereka rupanya? Pasang satu spanduk saja tak mampu! Pasar Seni ITB 2006 lalu saja rasanya lebih dari ini publikasinya.
Di tempat eksibisi pun saya masih terheran2. Bukan apa2, karya2 yang dipamerkan para finalis menurut saya luar biasa. Sungguh. Empat belas finalis yang ada menunjukkan effort yang luar biasa dan karya yang hebat. Tim Borobudur misalnya, memamerkan software "Guru", sebuah software yang memungkinkan penggunanya untuk merasakan environment virtual dan melakukan interaksi dengan lingkungan virtual tersebut. Dalam demonya, bung Victor menggunakan sebuah google, glove dan joystick. Apa yang dilihat bung Victor dengan googlenya ditampilkan ke sebuah layar. Setiap bung Victor memalingkan muka, maka layar pun bergeser mengikuti pandangan bung Victor di lingkungan virtualnya. Hebatnya lagi, jika tangan yang menggunakan glove bergerak, tangan yang ada pada layar mengikuti gerakan tangan yang asli. Lantas Victor pun menyentuh objek2 pada lingkungan virtual (pada demo tadi berupa tata surya) seperti Tom Cruise di film Minority Report yang mengotak atik layar dengan tangannya. Keren lah! Makanya sampai sekarang saya tidak habis pikir kenapa tim ini gagal melangkah ke lima besar.
Adapula karya dari tim ABC yakni software "Aksara". Menurut saya, software ini yang paling solutif untuk masalah yang diajukan pada Imagine Cup kali ini: imagine the world where technology enables better education for all. Software ini adalah software untuk mengajarkan baca tulis dan berhitung. Yang hebat dari Aksara ini adalah software ini nampaknya tidak membutuhkan supporting hardware yang wah dan high end -tidak seperti windows vista!! banyak makan resource dan menuntut spesifikasi tinggi!-. Artinya, kesempatan software ini untuk dirasakan oleh banyak orang lebih besar, sesuai dengan temanya: better education for all. Padahal, teknologi software yang mereka gunakan tidak kalah hebat, sejauh pengamatan saya ada speech recognition dan handwriting recognition. Keduanya bukan teknologi sederhana, lho!
Tapi lagi2, penyelenggaraan yang buruk membuat karya2 ini jadi mubazir. Saya bertanya2, "siapa sih sasaran eksibisinya?" Karena sejauh saya lihat yang mengunjungi eksibisi ini ya teman2 sesama anak IF ITB saja. Apa kabar publikasinya? Meskipun ternyata publikasinya berhasil, saya meragukan kapasitas ruang eksibisi untuk menampung banyak orang. Sebagai perbandingan, untuk 14 tim peserta, panitia hanya menyediakan ruangan eksibisi yang tidak lebih besar dari sekre 2 HMIF. Tah pa pa! Padahal di acara ini banyak teknologi hebat buatan mahasiswa Indonesia yang dipertunjukkan! Sayang sekali hanya segelintir orang yang bisa menikmati eksibisi ini.
Yah, dasar Mikocok! Bikin acara gini aja ga bener, kek mana kalian bikin software!!! Hehe, buat pendukung Mikocok sori sori nih ya! Hidup open source!! Tapi tahun depan saya bakal ikutan Imagine Cup, pingin jadi juara dan ketika speech bisa bilang, "hi.. I'm a winner, yet I use Ubuntu on my desktop!"
Oiya, Imagine Cup ini adalah sebuah kompetisi yang diadakan oleh Microsoft secara besar2an di berbagai negara. Final untuk tingkat internasionalnya sendiri akan berlangsung di Korea Selatan.
Datang pertama kali saya langsung bingung. Oleh seorang alumni saya diberitahu bahwa tempatnya ada di gedung pos di jalan Banda. Turunlah saya disana...
-sing...-
Koq sepi? Tak satupun spanduk atau baligo bertuliskan "Imagine Cup" terpampang. Saya salah tempat jangan2! Beruntung bertemu seorang teman, Feri (IF05), yang meyakinkan saya, "iya kak, emang disini koq tempat final Imagine Cup," katanya. Ah, tah pa pa Mikocok ini! Sudah kehabisan duit mereka rupanya? Pasang satu spanduk saja tak mampu! Pasar Seni ITB 2006 lalu saja rasanya lebih dari ini publikasinya.
Di tempat eksibisi pun saya masih terheran2. Bukan apa2, karya2 yang dipamerkan para finalis menurut saya luar biasa. Sungguh. Empat belas finalis yang ada menunjukkan effort yang luar biasa dan karya yang hebat. Tim Borobudur misalnya, memamerkan software "Guru", sebuah software yang memungkinkan penggunanya untuk merasakan environment virtual dan melakukan interaksi dengan lingkungan virtual tersebut. Dalam demonya, bung Victor menggunakan sebuah google, glove dan joystick. Apa yang dilihat bung Victor dengan googlenya ditampilkan ke sebuah layar. Setiap bung Victor memalingkan muka, maka layar pun bergeser mengikuti pandangan bung Victor di lingkungan virtualnya. Hebatnya lagi, jika tangan yang menggunakan glove bergerak, tangan yang ada pada layar mengikuti gerakan tangan yang asli. Lantas Victor pun menyentuh objek2 pada lingkungan virtual (pada demo tadi berupa tata surya) seperti Tom Cruise di film Minority Report yang mengotak atik layar dengan tangannya. Keren lah! Makanya sampai sekarang saya tidak habis pikir kenapa tim ini gagal melangkah ke lima besar.
Adapula karya dari tim ABC yakni software "Aksara". Menurut saya, software ini yang paling solutif untuk masalah yang diajukan pada Imagine Cup kali ini: imagine the world where technology enables better education for all. Software ini adalah software untuk mengajarkan baca tulis dan berhitung. Yang hebat dari Aksara ini adalah software ini nampaknya tidak membutuhkan supporting hardware yang wah dan high end -tidak seperti windows vista!! banyak makan resource dan menuntut spesifikasi tinggi!-. Artinya, kesempatan software ini untuk dirasakan oleh banyak orang lebih besar, sesuai dengan temanya: better education for all. Padahal, teknologi software yang mereka gunakan tidak kalah hebat, sejauh pengamatan saya ada speech recognition dan handwriting recognition. Keduanya bukan teknologi sederhana, lho!
Tapi lagi2, penyelenggaraan yang buruk membuat karya2 ini jadi mubazir. Saya bertanya2, "siapa sih sasaran eksibisinya?" Karena sejauh saya lihat yang mengunjungi eksibisi ini ya teman2 sesama anak IF ITB saja. Apa kabar publikasinya? Meskipun ternyata publikasinya berhasil, saya meragukan kapasitas ruang eksibisi untuk menampung banyak orang. Sebagai perbandingan, untuk 14 tim peserta, panitia hanya menyediakan ruangan eksibisi yang tidak lebih besar dari sekre 2 HMIF. Tah pa pa! Padahal di acara ini banyak teknologi hebat buatan mahasiswa Indonesia yang dipertunjukkan! Sayang sekali hanya segelintir orang yang bisa menikmati eksibisi ini.
Yah, dasar Mikocok! Bikin acara gini aja ga bener, kek mana kalian bikin software!!! Hehe, buat pendukung Mikocok sori sori nih ya! Hidup open source!! Tapi tahun depan saya bakal ikutan Imagine Cup, pingin jadi juara dan ketika speech bisa bilang, "hi.. I'm a winner, yet I use Ubuntu on my desktop!"