Saturday, June 30, 2007

Final Imagine Cup 2007 Indonesia: penyelenggaraan luar biasa buruk untuk karya - karya luar biasa bagus

Pagi tadi saya datang ke final Imagine Cup 2007 untuk Indonesia dengan niat mendukung teman2 IF yang berlaga disana. Dari 14 tim yang masuk final, dari IF ITB ada 5 tim kalau tidak salah. Dan konon kabarnya, dari 5 finalis yang tersisa untuk besok, 4 diantaranya dari IF ITB. Banggalah dengan kakak2 kelas saya itu. Hade lah!

Oiya, Imagine Cup ini adalah sebuah kompetisi yang diadakan oleh Microsoft secara besar2an di berbagai negara. Final untuk tingkat internasionalnya sendiri akan berlangsung di Korea Selatan.

Datang pertama kali saya langsung bingung. Oleh seorang alumni saya diberitahu bahwa tempatnya ada di gedung pos di jalan Banda. Turunlah saya disana...

-sing...-

Koq sepi? Tak satupun spanduk atau baligo bertuliskan "Imagine Cup" terpampang. Saya salah tempat jangan2! Beruntung bertemu seorang teman, Feri (IF05), yang meyakinkan saya, "iya kak, emang disini koq tempat final Imagine Cup," katanya. Ah, tah pa pa Mikocok ini! Sudah kehabisan duit mereka rupanya? Pasang satu spanduk saja tak mampu! Pasar Seni ITB 2006 lalu saja rasanya lebih dari ini publikasinya.

Di tempat eksibisi pun saya masih terheran2. Bukan apa2, karya2 yang dipamerkan para finalis menurut saya luar biasa. Sungguh. Empat belas finalis yang ada menunjukkan effort yang luar biasa dan karya yang hebat. Tim Borobudur misalnya, memamerkan software "Guru", sebuah software yang memungkinkan penggunanya untuk merasakan environment virtual dan melakukan interaksi dengan lingkungan virtual tersebut. Dalam demonya, bung Victor menggunakan sebuah google, glove dan joystick. Apa yang dilihat bung Victor dengan googlenya ditampilkan ke sebuah layar. Setiap bung Victor memalingkan muka, maka layar pun bergeser mengikuti pandangan bung Victor di lingkungan virtualnya. Hebatnya lagi, jika tangan yang menggunakan glove bergerak, tangan yang ada pada layar mengikuti gerakan tangan yang asli. Lantas Victor pun menyentuh objek2 pada lingkungan virtual (pada demo tadi berupa tata surya) seperti Tom Cruise di film Minority Report yang mengotak atik layar dengan tangannya. Keren lah! Makanya sampai sekarang saya tidak habis pikir kenapa tim ini gagal melangkah ke lima besar.

Adapula karya dari tim ABC yakni software "Aksara". Menurut saya, software ini yang paling solutif untuk masalah yang diajukan pada Imagine Cup kali ini: imagine the world where technology enables better education for all. Software ini adalah software untuk mengajarkan baca tulis dan berhitung. Yang hebat dari Aksara ini adalah software ini nampaknya tidak membutuhkan supporting hardware yang wah dan high end -tidak seperti windows vista!! banyak makan resource dan menuntut spesifikasi tinggi!-. Artinya, kesempatan software ini untuk dirasakan oleh banyak orang lebih besar, sesuai dengan temanya: better education for all. Padahal, teknologi software yang mereka gunakan tidak kalah hebat, sejauh pengamatan saya ada speech recognition dan handwriting recognition. Keduanya bukan teknologi sederhana, lho!

Tapi lagi2, penyelenggaraan yang buruk membuat karya2 ini jadi mubazir. Saya bertanya2, "siapa sih sasaran eksibisinya?" Karena sejauh saya lihat yang mengunjungi eksibisi ini ya teman2 sesama anak IF ITB saja. Apa kabar publikasinya? Meskipun ternyata publikasinya berhasil, saya meragukan kapasitas ruang eksibisi untuk menampung banyak orang. Sebagai perbandingan, untuk 14 tim peserta, panitia hanya menyediakan ruangan eksibisi yang tidak lebih besar dari sekre 2 HMIF. Tah pa pa! Padahal di acara ini banyak teknologi hebat buatan mahasiswa Indonesia yang dipertunjukkan! Sayang sekali hanya segelintir orang yang bisa menikmati eksibisi ini.

Yah, dasar Mikocok! Bikin acara gini aja ga bener, kek mana kalian bikin software!!! Hehe, buat pendukung Mikocok sori sori nih ya! Hidup open source!! Tapi tahun depan saya bakal ikutan Imagine Cup, pingin jadi juara dan ketika speech bisa bilang, "hi.. I'm a winner, yet I use Ubuntu on my desktop!"

Monday, June 25, 2007

Mau Nonton Piala Asia....

Sebelum event Piala Asia ini, saya baru dua kali menonton pertandingan sepakbola langsung di stadion. Dimana lagi kalau bukan di senayan -terimakasih saya pada bung Karno yang dengan gilanya membangun stadion ini disaat bangsa kita dulu sedang melarat2nya, kalo ga dia bangun belum tentu bakal ada stadion semegah ini di Indonesia-. Keduanya partai timnas.

Melihat pertandingan Indonesia - Oman kemarin malam, saya jadi ingin lagi menyaksikan partai Piala Asia secara live di stadion. Lupakan soal penalti yang gagal, lupakan soal gol spektakuler pemain Oman yang membuat kita kalah 0 - 1, sebenernya menurut saya permainan timnas sudah bagus. Saya memang orang awam sih soal sepakbola: pengetahuan soal taktik, skema permainan, dll, hanya saya ketahui dari FM. Tapi permainan timnas semalam sudah enak ditonton, koq -lagi2 dari kacamata orang awam-. Rasanya sih, timnas sudah bisa memainkan pola 4-3-3 dengan baik. Seandainya Ponaryo dimainkan lebih awal, bukan tidak mungkin ceritanya berbeda. Tapi memang seharusnya Ponaryo tidak diturunkan penuh semalam, nanti dia cedera lagi, repot kita!

Nah, buat siapa saja yang ingin menonton langsung Piala Asia di stadion, saya ingin share sesuatu nih. Sebaiknya ke stadion pada partai yang kemungkinan timnas menangnya besar saja. Pertama kali saya ke stadion, saya menyaksikan Indonesia - Kamboja di pra piala dunia kalau tidak salah. Timnas yang saat itu memang jauh lebih superior dibandingkan Kamboja menang telak 8 - 0. Senangnya bisa menyaksikan goal glut langsung di stadion. Aman. Semua senang. Semua tertib.

Kali terakhir saya ke stadion, saya menyaksikan Indonesia - Singapura di ajang sea games kalau tidak salah juga. Menjelang babak pertama usai, timnas tertinggal 1 - 2. Guess what? Benda2 mulai beterbangan: dari mulai botol air mineral yang diisi dengan air... -you know what, I don't want to describe it further- hingga mercon. Wuih, serem lah! Akhirnya, pada masa istirahat babak pertama saya pulang!

Karena timnas nanti satu grup dengan Arab Saudi, Korsel dan Bahrain, kemungkinan saya hanya menonton langsung Indonesia - Bahrain saja. Meskipun berharap banyak pada timnas, namun diatas kertas kan memang Arab Saudi dan Korsel masih lebih superior dibanding kita: mereka tim kaliber piala dunia, lho! Dan suporter kita memang masih buruk mentalitasnya dalam menerima kekalahan.

Oiya, tapi agak kecewa nih dengan publikasi Piala Asia 2007. Kalah gaung dibanding PRJ dan Pilkada. Padahal, kalau saya adalah calon gubernur di Pilkada Jakarta, pastinya saya gunakan ajang ini untuk medium kampanye juga! Haha. Just a thought.

Ayo timnas!! Berikan kami permainan terbaik!

Saturday, June 16, 2007

Wonderkid

Cukup lama juga sejak saya terakhir posting panjang2. Hehe. Ternyata berakhirnya UAS tidak kunjung juga memberi waktu luang buat saya karena Kerja Praktek langsung dimulai. Pagi KP, malam urusan2 lain... tertundalah terus 'hasrat' untuk menulis di blog lagi.

Ok, sesi curhat selesai. It's writing time!

Awalnya dari suatu kebetulan bisa punya sesi ngobrol2 via ym dengan mbak ini, saya jadi teringat dengan ide yang sudah lama terpikir tapi jarang saya kemukakan. Tentang wonderkid. Apa tuh?

Waktu kecil dulu, katakanlah waktu masa2 sekolah dasar, pasti selalu ada anak yang menjadi wonderkid di mata para guru dan para orang tua murid. Anak seperti ini biasanya adalah mereka yang langganan juara kelas, pandai matematika, dan hal2 semacam itu. Seingat saya, kebanyakan hanya mereka yang menonjol dalam bidang akademis lah yang mendapat highlights dari para orang dewasa. Jarang orang tua teman2 saya dahulu membanggakan anaknya yang pandai bermain basket atau jago bermain musik. Jarang sekali.

Menurut saya, masyarakat kita masih sangat mengagungkan kecerdasan kognitif dan logika semata. Masyarakat nampaknya masih belum menerima ide tentang multiple intelligence: setiap orang memiliki field masing2 yang mereka jenius di dalamnya. Saat saya kecil dulu rasanya saya seringkali didoktrin oleh orang2 dewasa di sekitar saya dengan ajaran 'jadilah-pintar-supaya-kaya'. Seolah tidak ada ruang lain selain mengembangkan kecerdasan kognitif dan logika. Contoh nyata: sudah jadi rahasia umum bahwa persepsi orang bahwa anak yang pintar adalah anak2 yang masuk jurusan IPA di sekolah menengah atas. Tidak ada apresiasi yang cukup bagi mereka yang berada di jurusan IPS apalagi Bahasa.

Padahal memang seharusnya tidak semua orang berbakat dalam bidang kecerdasan kognitif dan logika sebagaimana tidak seharusnya semua orang jago bermain sepakbola. Setiap orang diberi anugerahnya masing2 oleh Tuhan. Dan kenyataannya, hanya 20% dari komunitas lah yang sebenarnya diberi anugerah dalam hal kecerdasan kognitif dan logika -ini sungguh2 fakta, saya dapat dari salah satu paper yang saya rujuk ketika hendak mengikuti Imagine Cup beberapa bulan lalu-. Oleh karena itu tidak seharusnya semua orang berbondong2 menyerbu universitas untuk menjadi akademisi. Sebagian jadilah pesepakbola supaya negara kita bisa masuk piala dunia; sebagian lain jadilah sutradara hebat supaya perfilman dan pertelevisian kita tidak melulu dibanjiri film2 sampah berbau mistis, takhayul dan pembodohan massal; sebagian lain jadilah komikus dan buat komik2 Indonesia supaya anak2 kita tidak jadi badut2 penggemar cosplay dan bertransformasi menjadi separuh Indonesia dan separuh Jepang; sebagian lain jadilah musisi, jadilah penulis, jadilah apa saja.... .

Lebih lucu lagi, saat sekarang saya sudah dewasa ternyata saya mendapati bahwa doktrin 'jadilah-pintar-supaya-kaya' itu tidak benar. Banyak orang2 pintar yang saya lihat kemudian menjadi 'buruh berdasi' dan menyesaki industri2, diupah oleh orang2 luar negeri. Orang2 pintar lainnya menjadi akademisi, setia mengabdi, menurunkan ilmunya kepada pemuda2 penerus bangsa dengan gaji yang bikin saya mengelus dada.... . Orang2 pintar lainnya lari ke luar negeri karena disana kecerdasan mereka lebih dihargai. Ah, tah pa pa! Di negeri saya berita tentang Ariel Peterpan pisah ranjang bisa bertahan satu minggu hilir mudik dari satu infotainment ke infotainment lainnya sedangkan berita tentang tim olimpiade fisika menjadi juara dunia cukup numpang lewat di salah satu harian nasional, itu pun cukup seperempat halaman saja.

Jika saya memiliki anak nanti, jika dia bilang ingin jadi pesepakbola -dan jika saya punya cukup uang untuk membiayai- maka saya kirim dia ke Itali sana, belajar sepakbola yang bener di akademi2 sepakbola disana. Kan lumayan, siapa tahu bisa jadi pemain Indonesia pertama yang merasakan gelar juara liga Champions. Hwehe. My wonderkid is not only a kid with a great IQ, it's any kids with whatever gift God gave them.

Tuesday, June 12, 2007

Dimana lagi kalau bukan di ITB?!!

Gila ya!

Dimana ada tempat yang:
- organisasi mahasiswa harus hidup, tapi perekrutan kader baru dilarang setengah mati
- mahasiswa diharap rukun, tapi penyambutan mahasiswa baru dilarang ga habis habis
- supaya aman maka kendaraan mahasiswa harus bersih dari kampus setelah pukul enam sore dan jika ada kendaraan yang terperangkap di tempat parkir lebih dari jam itu maka kendaraan tersebut tidak dijamin keamanannya
- supaya tertib maka kendaraan mahasiswa jangan parkir di dalam kampus, parkir saja di gerbang depan sana biar sekalian semwarut ga karuan!
- komandan satpam yang outsourcing itu digaji 6.5 juta per bulan, jangan tanya gaji dosen berapa, nanti kamu jadi ga kepingin jadi dosen ITB!

Sakit!

Heran gw, rezim pak Djoko ini ga ada habis habisnya bikin peraturan yang membuat logika gw jungkir balik.

(mode emosi-pisan-sampe-pingin-menendang-sesuatu on)