Friday, September 26, 2008

Kita Harus Sekolah, Kal

Hmm... sebenarnya saya cukup enggan untuk turut dalam hype seputar pemutaran film Laskar Pelangi. I bet, this morning, there will be quite many blog posts about that movie. Kalau dilihat dari jumlah anak kampus yang memadati Ciwalk XXI dan Blitz Megaplex tadi malam saja, saya cukup pede bahwa bet saya diatas benar. Aneka rombongan memadati pemutaran hari pertama film ini di kedua bioskop tersebut. Ada rombongan EL, FT, PS dan tentunya tak ketinggalan... anak - anak kabinet. Hehe, this may give something to write about for those cowards that have sent not less than 2 "selebaran gelap" for us last month. But who cares about those pity envious people?

Akhirnya saya tergoda untuk menulis juga setelah membaca sebuah post dari mas Radix disini tentang arti kata "sekolah".

Kenyataannya, Laskar Pelangi, kali ini melalui film, sekali lagi mengingatkan saya untuk bersyukur atas kesempatan menjadi anak sekolah. Kesempatan yang ternyata tidak murah dan tidak bisa dinikmati oleh semua orang.

Kalau katanya mas Radix, kata "School" ternyata berasal dari kata "Schole" dalam bahasa Yunani yang artinya: waktu luang. Sebuah ironi yang luar biasa, karena ternyata sekarang "waktu luang" tersebut menjelma jadi sebuah proses mahal untuk menentukan bagaimana strata sosial seseorang kelak.

Suka tidak suka, sebagian besar kepakaran di bidang ilmu sosial atau ilmu pasti hanya bisa diperoleh melalui "waktu luang". Anda tidak bisa melakukan klaim bahwa Anda adalah pakar Infromatika bila Anda tidak punya latar belakang ber-"waktu luang" di bidang ilmu terkait, misalnya Teknik Informatika atau Ilmu Komputer. Mungkin karena itu Mr.You Know Who And I Don't Mind Even Citing His Name In My Blog akhirnya memilih menjuluki diri sebagai "Pakar Telematika" karena nampaknya belum ada jurusan di perguruan tinggi bertajuk Telematika. Jadinya kan dia tidak bisa dipersalahkan amat.

In the perfect world, maka umumnya kita akan bisa mendapatkan pekerjaan yang layak untuk memberikan kita pendapatan yang layak hanya jika kita memiliki kepakaran tertentu dalam bidang tertentu. Dan seringkali kepakaran ini sulit diukur. Sehingga tolok ukur yang mudah diambil adalah status kesarjanaan: tanda bahwa Anda sudah lulus dari "waktu luang".

Maka, jadilah terpampang di aneka lowongan kerja, prasyarat jabatan, bahkan mungkin kriteria pasangan favorit di kolom kontak jodoh: spesifikasi minimal "waktu luang" yang sudah ditamatkan! Mau jadi dosen ITB, syaratnya harus S3. Mau melamar kerja, minimal S1. Mau jadi caleg, mau jadi capres, mau jadi apapun lah pasti ada syarat jenjang "waktu luang" yang sudah dilalui. Untung kalau mau ke KUA tidak harus sudah tamat sekolah!

Apapun itu, dalam film Laskar Pelangi, saya melihat bahwa persepsi si empunya cerita tentang sekolah adalah sesuatu yang di satu sisi lebih agung daripada sekedar waktu luang, namun di sisi lain mencerminkan kecintaan tertentu terhadap kegiatan di sekolah. Setidaknya, dari kalimat yang terlontar dari tokoh Lintang, "kita harus sekolah, Kal", bagi saya tercermin betapa sekolah adalah sebuah harapan besar bagi seorang Lintang. Bahkan melewati sarang buaya dalam perjalanan ke sekolah adalah resiko yang nampaknya tidak dipandang besar bagi Lintang. Di sisi lain, saya melihat semangat untuk menjadikan proses belajar mengajar di sekolah sebagai proses yang tidak kaku.... . Tergambar betapa para murid SD Muhammadiyah 1 bersungut lesu saat Pak Harfan menyudahi jam pelajaran. They seem to love school!

Pada akhirnya, film ini kembali memantapkan definisi pribadi saya tentang sekolah: something to be grateful about. Mungkin sekarang nampaknya saya lebih menyukai kata "madrasah" saja untuk menyebut institusi pendidikan, akar katanya "darosa" artinya "belajar" sehingga kata "madrasah" artinya "tempat belajar". Hmm, pilihan kata yang lebih baik nampaknya. Ahaha.

Wednesday, September 24, 2008

Apa Arti Sebuah TA??

Tugas akhir a.k.a TA merupakan sebuah kata yang biasanya menjadi semacam tabu dan menimbulkan dampak psikologis tertentu bagi kalangan anak tingkat 5. Di kampus lain, makhluk ini dikenal sebagai "skripsi". Dalam beberapa pekan awal Agustus, sempat menjadi trend bahwa mengucapkan kata TA diluar lab ekuivalen dengan "ngomong jorok". Ahaha.

Lately, saya banyak merenung... sebenarnya seperti apa sih biasanya orang menganggap Tugas Akhirnya?

Pertama, pandangan saya dulu deh. Ibarat kehidupan kampus itu sebuah game RPG*, bagi saya, tugas akhir adalah boss terakhir. Sebagaimana biasanya boss akhir, saya menganggap bahwa ini harus menjadi salah satu bagian tersulit dalam "karir" saya di kampus. Defeating this final boss should really prove my worth to graduate. Ahaha. Itu kan sok idealisnya.

Dan syukurnya, meskipun bukan topik yang sejak lama saya idamkan, topik tugas akhir saya turn out to come from a field of Informatics that I hated the most for these years: networking! Hmm, okelah, ini jadi challenge buat saya untuk menaklukan topik dari bidang Informatika yang sudah dua kali menghadiahi transkrip saya dengan abjad D besar. Satu D lagi, saya mungkin harus dapat piring cantik for being a hattrick-hero! Plak!

Kedua, ada juga pandangan bahwa "TA gw harus gw banget". Setidaknya sudah dua rekan saya yang mengatakan hal tersebut. Satu sekarang sudah menjadi ST dan menjadi rekan sekantor yang menyebalkan (^_^), satu lagi sedang berjuang bersama menuju Maret 2009. Pandangan ini cukup saya sukai... karena nampaknya jika begini maka TA mereka tidak akan menjadi sekedar angin lalu saja yang terlupa bersama melapuknya buku TA di perpustakaan.

Meskipun mungkin masih banyak cara pandang yang lain, tapi saya hanya ingin bahas sampai yang ketiga saja ya. Saya katakan sebagai "the pragmatist". Hmm.... pokoke lekas selesai segera. Modusnya... ambil topik yang sudah banyak menjamur dan ganti sedikit metodenya, seperti "Penentuan Sesuatu Dengan Metode XXX"; pilih paket pembimbing dan penguji yang lebih senang memperhatikan aspek TTKI dari dokumen TA ketimbang aspek teknis; do it ASAP.

Well, semuanya toh pilihan. Pastinya banyak pilihan lain diluar tiga pandangan yang saya paparkan diatas. Toh untuk semua pilihan ada konsekuensi. I, to be bold, sure dislike one of those point of views above. But everyone of course won't base their preference according to my opinion! So, the point of this whole writing is not to say anything about right or wrong, ok? Besides, who am I to judge? Not even graduated yet. Ehehe. Happy TA!

Anyway, selamat teman - teman IF yang, kalau istilahnya Dendy, telah menghilangkan A dari TA-nya dan menambahkan S pada Oktober ini. Happy graduation! Buat yang masih mengejar Maret... March On!

Like soldiers,
march on
If we could make it through the night
we'll see the sun
--from March On by Good Charlotte on Good Morning Revival


* a complete irony that I dislike both analogy and RPG game, yet I use it to describe my thoughts

Sunday, September 21, 2008

Hidup Adalah Udunan

Malam kemarin, kira - kira jam 8 malam, sebuah sms masuk ke hp saya, "jadwal buka bareng buat besok: jam 13 - 20 Baksil, jam 13 - 19 Altim, .... " . Ok, pastinya hari ini bakal ada team splitting, since "Si Ibu" hasn't yet mastered Kage Bushin no Jutsu.

Ya, akhirnya setelah kumpul sebentar di Aula Timur, saya kebagian untuk ikut acara Bersaling di Lebak Siliwangi yang akhir - akhir ini sedang naik daun itu. :D . Hmm..., ternyata Bersaling adalah acara "Berbuka Sambil Ingat Lingkungan", sebuah acara yang sudah 4 tahunan digelar oleh sekelompok komunitas lingkungan hidup. Untuk acara tahun ini, yang terlibat diantaranya adalah Greeners (nampaknya mas - mas dan mbak - mbak Greeners ini yang selalu ada di tiap tahun), Sahabat Walhi, U-Green ITB, HMTL, Common Room, Bike to Work, apalagi ya..., keknya masih banyak deh, plus KM ITB yang nampaknya baru terlibat tahun ini secara kebetulan... hehe.

Hmmm... meskipun hanya terlibat di hari-H, banyak sih hal yang menarik perhatian saya. Dari hal penting semisal konsep acara dan partisipasi para komunitas hingga "hal tidak penting tapi menyebalkan" seperti bagaimana Mas Raka dapat hadiah door prize tas Eiger seharga 155 ribu tepat setelah saya katakan, "wah, gw mah belum pernah menang undian apa - apa seumur hidup, Rak!" Dan benarlah Tuhan itu Maha Mendengar, karena kode kupon Mas Raka adalah 000836 dan kode kupon saya 00837! Lain kali harusnya ngucap yang bagus - bagus, katanya doa di bulan Ramadhan makbul. Atau hal yang lebih tidak penting lagi seperti kenyataan bahwa Mas Raka memang orang gerakan dan saya terlalu banyak berwacana. Roaming mode on.

Ok, roaming mode off, kita kembali ke topik. Hal yang paling menarik perhatian saya dari semua kejadian hari ini adalah..... sebuah statement: "hidup adalah udunan". Sebenarnya sih, kalimat tersebut bukan statement dari siapa - siapa, cuma kebetulan tertulis di kaos salah seorang rekan, entah dari mana... pokoknya saya melihatnya ketika acara masih di Sanggar Olah Seni di Lebak Siliwangi. Saat membaca tulisan tersebut sebenarnya saya tidak begitu paham apa maksudnya. Barulah ketika acara berakhir saya baru mengetahui apa maksudnya, or at least I thought so.

Setelah acara berakhir, tidak ada kumpul evaluasi... . Yang ada hanyalah ya... kumpul - kumpul saja antara rekan - rekan yang terlibat dalam acara sambil memberi apresiasi satu sama lain. Something that is lost from this campus: apresiasi. Intinya, di kumpul - kumpul tersebut, rekan dari Greeners (saya lupa namanya... ampun kakak) menceritakan bahwa memang acara ini adalah "udunan" dari komunitas - komunitas yang ada. Semua yang ada berusaha memberikan apa yang mereka punya. Ya.. pokoknya mah bersaling aja, saling membantu, sekuat apa bisa memberikan bantuan. Kalau saya pikir - pikir lagi... ya memang nampaknya orang - orang yang ada disini memang "tulus" saja. Ada Yuki Pas Band yang mengisi acara, juga sebuah grup vokal Waseso (yang menurut saya sangat skillful!), nampaknya mereka tidak mendapat reward finansial dari acara ini. Apalagi para panitia dari rekan - rekan komunitas lingkungan... .

I wrote some off terrible lines before I come to this and delete the previous sentences I wrote. In the end, I want to stop whining. Well, they say it's a good month to pray so I'll just pray that KM ITB can someday reaches that kind of inter-community team working greatness among its stakeholders inside this campus. May one day the all the twenty-something-of-something and seventy-something-of-something could "bersaling" to actuate those vow we take each time we cast that "Salam Ganesha" spell into reality. Hopefully soon.

Friday, September 19, 2008

An 8K Watch

Sebuah sore yang biasa saat saya berjalan tergesa dari Plesiran menuju kampus, ada kumpul yang harus saya hadiri dalam waktu kurang dari setengah jam lagi. Dan saya, dalam kasus saya tidak hanya merepresentasikan diri sendiri, umumnya cukup rewel terhadap ketepatan waktu. Oleh karena itu, dalam keadaan seperti sore tersebut, biasanya saya akan berkali - kali mengambil hp untuk sekedar melihat jam berapa tepatnya sekarang. Dan.. ups! My phone was running out of power.

Thus... dalam kondisi yang sama sekali tidak saya sangka, di jalan Plesiran yang lenggang sore itu, diantara deretan bangunan kecil yang jika pagi merupakan warung - warung tempat sarapan para mahasiswa, sebuah toko reparasi arloji mengobral beberapa pasang jam tangan dengan harga hanya: 8 ribu saja. It won't take even 5 minutes to pick a watch, pay the sales 10k and receive the 2k return, that's what I thought. With not so much consideration... there I went buying an 8k rupiahs watch!

Saya orang yang agak terlalu mementingkan faktor fungsionalitas. Saya termasuk orang yang tidak habis pikir bagaimana sepotong pakaian bisa berharga jutaan rupiah, sebuah tas atau sepasang sepatu bisa berharga puluhan juta rupiah, atau mengapa sebuah ponsel harus dilengkapi dengan berlian! Those don't add any functionality to the product.

Saya tidak suka membeli benda yang tidak ada "benchmarking" nya. That's why, most of dress I have, shoes I wear or bag I carry were bought by someone else than me: my mother, my sisters, or my girlfriend. Kenapa? Karena... saya memang umumnya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikan mahal atau murahnya sebuah produk yang tidak bisa diukur.

Konon katanya ada harga ada kualitas, dan dalam kebanyakan kasus... itu benar. Sebutlah merk - merk laptop tertentu yang harganya lebih mahal dibanding merk laptop lainnya pada spesifikasi yang sama. Umumnya memang "laptop mahal" tersebut memiliki benchmark yang lebih baik dibandingkan yang "lebih tidak mahal". Atau sepatu basket Spalding saya -the most expensive fashion product I ever have- memang lebih tahan lama dibandingkan sepatu murah yang saya beli di pasar dekat rumah. Atau tas ransel dengan harga yang lebih mahal biasanya memang memiliki kompartemen yang lengkap dan cenderung lebih aman untuk menyimpan benda - benda macam laptop atau kamera. But I do think that there are limits to how expensive a product can be based on their functionalities!

Watches, in the end, should only used to tell us time... not to tell people of how rich someone is. Shoes in the end will stick below my feet and deal with any dirty things I step on, it won't be put on my head like a crown. I do dress differently in different occasion: it won't be good wearing a t-shirt to come to an important meeting; I always wear formal suit when attending my office; It will be ridiculous to wear a Koko to run joggin in Sabuga; It will even be more weird to wear a training and a jumper on Idul Fitri feast. But dresses in the end should only cover my body and suit to occasions I deal with. Dress, shoes, watches, phone cell, laptop, or any other product is only devices for me... and devices won't ever define people who use them!

Then, there I went picking up an 8k rupiahs watch. It ended that watch could only stand for 3 days. Talinya putus -iki angel boso inggrise-. Well... 8k rupiahs I spent that afternoon at least tell me that... prices do provide some qualitites! But I still believe that there should be limit of how expensive every products can be... . That's why, if I ever one day buy another watch.... it might be somewhere around 80k - 180k watch that can last for years, but I won't buy an 8m watch for any reason, definitely!

Monday, September 01, 2008

Will We Say We've Had a Fun?

Ha! Where have I been lately? Ya… hehe, boro – boro dari dunia maya, rekan – rekan saya di labtek V aja bilang, “kemane aje lo bal?” Gyaha, quite a question I can’t answer in short. Tapi, mari kita singkat saja bahwa I’ve been always around Tamansari 62 for the whole time… it’s just I was running into quite two troublesome places. Hehe.

Ok, tadi malem (30 Agustus 2008), kira – kira sejak sekitar jam 18.30 sampai sekitar jam 21.30 saya “pulang”. Really feels like home aja kembali ke suasana seperti di musik sore HMIF tadi. Iya, musik sore, mulainya mah aslinya jam 17.00 –this should explain the word ‘sore’, right?- , tapi saya terperangkap di kosan karena diluar hujan deras gila. Hmmm how should I say this? Ya… seneng banget lah.

Secara nawaitu, saya sih sudah meniatkan bahwa penampilan saya di musik sore kali ini bakal jadi penampilan terakhir di kampus. Kenapa? Sederhana aja, sejak kuliah saya memang akhirnya tidak pernah punya band tetap dan tidak pernah secara teratur berlatih, apalagi mengembangkan skill :p. Jadi, karena memang ga punya band serius, tidak mungkin pula pasca kuliah lantas bakal ada kesempatan naik stage lagi, atau bikin konser, atau tampil di pensi anak sekolah, atau masuk dapur rekaman label indie, let alone major label. Dan insya Allah lagi, nawaitunya mah saat HMIF bikin acara musik sore lagi, status saya sudah bukan mahasiswa, semoga sudah ST. Hehe.

Hmm… sebenernya mah buat saya musik tuh salah satu alat komunikasi. Kalo teorinya mah kan komunikasi melibatkan tiga hal, komunikan (objek komunikasi), komunikator (subjek komunikasi) dan pesan yang dipertukarkan. Kalo salah ya maaf, this is a blog after all, not some IEEE journal entry. Nah, selakunya saya sebagai si komunikator, ada message memang yang pengen saya sampaikan kepada audience di music sore tadi. Dan yang paling mewakili, meskipun ketiga lagu yang band saya mainkan semuanya pingin ngebawa message tertentu, adalah bait pertama dari lagu Rooftops-nya Lostprophets.

When our time is up

And our life is done

Will we say “we had a fun”?

Will we make a mark this time?

Will we always say we tried?

Pada akhirnya, sekitar 3 tahun lebih ngelakuin aktivitas di seputar labtek V membawa saya pada kesimpulan bahwa…. berhimpunan itu capek. Hehe. Ikutan kaderisasi, jadi panitia mukrab, ngekader anak orang, ga boleh ngekader anak orang, ikut kepanitiaan, terlibat di proker himpunan, ngarak – ngarak wisuda, nge-swasta, rapat DE, etc lah. That’s all tiresome and troublesome things. Hehe.

Tapi bukan itu point utamanya. What more matter is whether in the end, when we try to remember those days, we will say, “we had a fun.” Ya… karena emang yang bisa dikenang itu hal – hal yang begitu. Hal – hal yang bikin repot dan capek.

Yang saya kenang sih ya begitu: jargon “Roma pasti bangkit” yang terus menerus didengungkan kaisar dan para ketua kelompok serta temen – temen kelompok Roma yang lain di titik – titik ternadhir kita saat menjalani kaderisasi; arak – arakan wisudaan yang keren abis; pertama kali nginep di kampus, tidur di selasar dingdong buat ngejagain properti Mukrab bareng Ibi, Heri, Jamak, Dendy, Ahmy , dan keseluruhan persiapan Mukrab 2005; diterjunkan jadi panitia OSKM 2005 dan ikutan TFT bareng anak – anak 2004 yang lain demi bisa “mengkader” 2005; rapat tim acara PPAB; panggilan malam buat para calon danlap; kaderisasi yang terpakasa dihentikan; tiga kali persiapan persembahan angkatan untuk Mukrab 2006, 2007, dan 2008; rapat – rapat tim amandemen AD/ART yang melelahkan dan tidak produktif :D; rapat – rapat PSDA bareng Mira, Nanto, Difa, Anto dkk yang kelewat hobby mikir :p; tim sukses… thanks to Olip, Ibi, Ume, Aqi dan David that with your help I had a chance experiencing great and troublesome things; rapat – rapat DE yang penuh warna; penculikan pelantikan 2006; jadi swasta pertama kalinya; jadi swasta kedua kalinya (dan semoga terakhir kalinya). I should say… those things are “tiresome” and “troublesome”.

Mungkin itu message yang saya pingin sampaikan sama temen – temen terutama 2007 dan 2006 yang jalannya masih “lumayan panjang”. Hehe. Kalo menurut saya mah, pastinya nanti capek dan melelahkan. Tapi ya kalau ga gitu, apa yang mau dikenang? Apa yang mau didapet? Kalo habis kuliah terus langsung pulang aja… mau mengenang apa selama kuliah? Banyak kepanitiaan dan pengalaman lain di himpunan selama 2004 – 2008 yang ga saya sebutkan, alasan pertama ya emang bakal kepanjangan aja kalo disebutin semua, tapi alasan kedua… ya memang ga di semua tempat juga saya pernah ikutan repot, kecapekan dan kelelahan. Dan pasti ada yang punya memori – memori lain di.. let say.. Seminar 3G, IT Within, Kunjungan ke SD Plesiran, LKO 2004, dll lah, banyak HMIF mah kegiatannya. Kalau ga pernah ikutan repot, apa yang bisa diinget – inget? Can you one day say that you had a fun? Kalau dijalanin bareng – bareng sih rasanya mah bakalan fun koq…

Persahabatan bagai kepompong

Mengubah ulat menjadi kupu – kupu

Pershabatan bagai kepompong

Hal yang tak mudah berubah jadi indah

Mungkin juga, itu message yang pingin saya sampaikan ke rekan – rekan seangkatan. Thank you all for giving me a new place I can call home in labtek V. It’s not like I really ever homestayed there, though. Buat saya mah, ya… saya bakal jawab sendiri, “I’ve had so many funs with you all”. Banyak lah… susah banget kalo disebutin satu – satu. Hehe. Tapi mungkin buat yang malem ini, special thanks banget buat Echa dan Ebhe yang nemenin saya di my last stage performance ever in campus. Hehe. It’s always fun to play music with you both.

As for me, urusan “troublesome” saya di kampus ternyata masih belum bisa tuntas. Hehe. Ada lagi nih, paling nggak sampe bulan April tahun depan… urusan yang pastinya… more troublesome, more tiresome. Baru empat bulan di urusan itu aja udah dapet selebaran gelap berisi fitnah. Gyaha. It’s something I never experienced in my “home” for more than four years now. Tapi ya… sekarang saya mah bener – bener looking forward to it aja. Kalo nasehatnya Zulkaida –somehow he is not older than me in age, but he is very much wiser than most of adults I’ve ever met-, kalau mau bergerak di kemahasiswaan itu syaratnya tiga: kepala yang bervisi, hati yang mencintai, dan kesungguhan yang dilaksanakan dengan konsistensi. Doooh! I hope in this another troublesome thing I can really say, one day, “I had a fun!”

Standing on the rooftops

Wait until the bomb drops

This is all we got now

Scream until your heart stops

Never gonna regret

Watching every sunset

We’ll listen to your heartbeat

All the love that we found

Scream your heart out!