Pertanyaan ini mungkin agak gampang dijawab saat masih hari H, H+1 atau H+2 lebaran. Setidaknya setiap menonton televisi kan ada liputan arus balik H+n, meskipun terminologi arus balik itu sendiri aneh, setidaknya kata mas Aul. Seiring semakin kembalinya kita ke kalender masehi dan aktivitas kantor serta sekolah, umumnya pertanyaan "sekarang tanggal berapa syawal?" pun semakin jadi sulit dijawab. Tapi itu belum terlalu sulit.
Pada tahun - tahun tertentu, pertanyaan ini akan semakin sulit dijawab, bahkan pada hari H, H+1 ataupun H+2 lebaran. Kenapa? Karena eh karena, umat Islam di negara ini susah sekali untuk mencapai kata sepakat dalam berlebaran.
Sebenarnya, sebagai warga Muhammadiyah, saya memang kadang agak - agak merasa bersalah kalau sedang berselisih lebaran dengan ketetapan Departemen Agama (eh, Depag atau MUI sih yang biasanya mengeluarkan ketetapan 1 Syawal?). Ya, tapi mengingat reputasi Depag yang tidak baik, terutama di mata saya, maka saya akhirnya mempercayakan imamah saya pada sekelompok orang yang insya Allah saya percaya amanah: Majlis Tarjih Muhammadiyah. Depag? Nanti deh, kalau mereka sudah becus mengurusi Insan Cendekia* dan masalah dana haji, I may be considering them as some organization people can actually depend on.
Tapi, persoalan yang ingin saya angkat sebenarnya bukan fokus disana. Dalam salah satu diskusi di milis Maltavista**, seorang rekan, namanya mas Kani, pernah melontarkan sebuah hal yang menarik. Apa tuh?
Sebagai umat Islam, kadangkala ada lah sedikit ghirah*** untuk terbiasa dengan kalender hijriyah. Persoalannya, dengan beragam perbedaan yang ada sekarang, tentunya sulit untuk bisa sepenuhnya bergantung pada kalender hijriyah ini. Contoh kasus:
well, kasus diatas menunjukkan bahwa dengan perbedaan yang ada sekarang, kalender hijriyah menjadi sistem kalender yang tidak reliable. Sebagai kredit, contoh kasus tersebut adalah contoh persoalan yang diajukan mas Kani, dengan sedikit modifikasi. :D
Iya sih, konon katanya ada hadis Rasul yang menyatakan, "perbedaan diantara umatku adalah rahmat". Tapi kita kan butuh sebuah konvensi untuk bisa menjalankan segala sesuatu dengan lebih teratur. Yeah, convention over configuration****!
Kemudian timbul pertanyaan yang lebih besar lagi di benak saya yang kemudian saya coba diskusikan kembali di milis Maltavista, ada dua hal:
[1] Mengingat kalender hijriyah baru diciptakan pada masa khalifah Umar bin Khattab, maka sebelum ada kalender tersebut, bagaimana umat Islam menghitung tanggal? Beberapa ritual agama Islam kan menggunakan tanggal yang sekarang sudah eksak: Idul Fitri pada 1 Syawal, wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah, atau puasa sunnah pada setiap pertengahan bulan. Juga puasa senin dan kamis! Tapi dari sedikit baca - baca Wikipedia, cuma ada sedikit keterangan tentang kalender Arab pra-Islam dan kalender Islam pra-Hijriyah. There should be some calendar system back then, I believe! But what?
[2] Pertanyaan ini akan mudah terjawab jika pertanyaan pertama terjawab. Kan Idul Fitri seringkali berbeda dirayakannya oleh ummat Islam, tapi bahkan dalam tahun - tahun dimana Idul Fitri dirayakan pada hari yang berbeda, Idul Adha umumnya tidak dirayakan pada hari yang berbeda. Kenapa ya?
Nah, saya tulis juga pertanyaan - pertanyaan ini di blog karena.... ya, berharap ada yang mampir dan bisa ikut berdiskusi. Hehe. Saya juga masih mencari - cari jawabannya sih. Nanti kalau sudah ketemu saya bakal posting lagi. :D
Notes:
* Insan Cendekia, alias MAN Insan Cendekia, alias IC, adalah madrasah saya tercinta yang 'dicaplok' Depag dan dibuat menjadi madrasah yang mengenaskan.
** Maltavista adalah nama angkatan saya di IC. Hehe, di madrasah kami memang tiap angkatan masih pakai nama - nama gitu.
*** Ghirah, bahasa Arab... artinya kurang lebih.. "semangat" lah gitu. I suspected that this word is the origin of Indonesian word "gairah".
**** Sebenarnya tidak penting untuk dijelaskan, ini semboyannya CakePHP dan Ruby on Rails: convention over configuration.
Pada tahun - tahun tertentu, pertanyaan ini akan semakin sulit dijawab, bahkan pada hari H, H+1 ataupun H+2 lebaran. Kenapa? Karena eh karena, umat Islam di negara ini susah sekali untuk mencapai kata sepakat dalam berlebaran.
Sebenarnya, sebagai warga Muhammadiyah, saya memang kadang agak - agak merasa bersalah kalau sedang berselisih lebaran dengan ketetapan Departemen Agama (eh, Depag atau MUI sih yang biasanya mengeluarkan ketetapan 1 Syawal?). Ya, tapi mengingat reputasi Depag yang tidak baik, terutama di mata saya, maka saya akhirnya mempercayakan imamah saya pada sekelompok orang yang insya Allah saya percaya amanah: Majlis Tarjih Muhammadiyah. Depag? Nanti deh, kalau mereka sudah becus mengurusi Insan Cendekia* dan masalah dana haji, I may be considering them as some organization people can actually depend on.
Tapi, persoalan yang ingin saya angkat sebenarnya bukan fokus disana. Dalam salah satu diskusi di milis Maltavista**, seorang rekan, namanya mas Kani, pernah melontarkan sebuah hal yang menarik. Apa tuh?
Sebagai umat Islam, kadangkala ada lah sedikit ghirah*** untuk terbiasa dengan kalender hijriyah. Persoalannya, dengan beragam perbedaan yang ada sekarang, tentunya sulit untuk bisa sepenuhnya bergantung pada kalender hijriyah ini. Contoh kasus:
A: Boy, loe koq belom dateng nih, kita kan hari ini harus berangkat ke BPPT?
B: Lho, bukannya besok ya, tanggal 7 Syawal kan?
A: Iya, sekarang kan tanggal 7 Syawal!
B: Wah, sori sori, gw lebarannya beda sama lo!
well, kasus diatas menunjukkan bahwa dengan perbedaan yang ada sekarang, kalender hijriyah menjadi sistem kalender yang tidak reliable. Sebagai kredit, contoh kasus tersebut adalah contoh persoalan yang diajukan mas Kani, dengan sedikit modifikasi. :D
Iya sih, konon katanya ada hadis Rasul yang menyatakan, "perbedaan diantara umatku adalah rahmat". Tapi kita kan butuh sebuah konvensi untuk bisa menjalankan segala sesuatu dengan lebih teratur. Yeah, convention over configuration****!
Kemudian timbul pertanyaan yang lebih besar lagi di benak saya yang kemudian saya coba diskusikan kembali di milis Maltavista, ada dua hal:
[1] Mengingat kalender hijriyah baru diciptakan pada masa khalifah Umar bin Khattab, maka sebelum ada kalender tersebut, bagaimana umat Islam menghitung tanggal? Beberapa ritual agama Islam kan menggunakan tanggal yang sekarang sudah eksak: Idul Fitri pada 1 Syawal, wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah, atau puasa sunnah pada setiap pertengahan bulan. Juga puasa senin dan kamis! Tapi dari sedikit baca - baca Wikipedia, cuma ada sedikit keterangan tentang kalender Arab pra-Islam dan kalender Islam pra-Hijriyah. There should be some calendar system back then, I believe! But what?
[2] Pertanyaan ini akan mudah terjawab jika pertanyaan pertama terjawab. Kan Idul Fitri seringkali berbeda dirayakannya oleh ummat Islam, tapi bahkan dalam tahun - tahun dimana Idul Fitri dirayakan pada hari yang berbeda, Idul Adha umumnya tidak dirayakan pada hari yang berbeda. Kenapa ya?
Nah, saya tulis juga pertanyaan - pertanyaan ini di blog karena.... ya, berharap ada yang mampir dan bisa ikut berdiskusi. Hehe. Saya juga masih mencari - cari jawabannya sih. Nanti kalau sudah ketemu saya bakal posting lagi. :D
Notes:
* Insan Cendekia, alias MAN Insan Cendekia, alias IC, adalah madrasah saya tercinta yang 'dicaplok' Depag dan dibuat menjadi madrasah yang mengenaskan.
** Maltavista adalah nama angkatan saya di IC. Hehe, di madrasah kami memang tiap angkatan masih pakai nama - nama gitu.
*** Ghirah, bahasa Arab... artinya kurang lebih.. "semangat" lah gitu. I suspected that this word is the origin of Indonesian word "gairah".
**** Sebenarnya tidak penting untuk dijelaskan, ini semboyannya CakePHP dan Ruby on Rails: convention over configuration.
4 comments:
hahaha emang IC nya diapain sama Depag bal? :D oia makasih buat komen di post saya yg itu.. that helps a lot :D
@ r e y t i a: IC... well, it's a long and miserable story... . not feel like talking about it online. :D
hmm... hehehe, senang bisa membantu. cheers.
eniwei, link yang mungkin membantu:
http://rukyatulhilal.org/hisab-rukyat.html#Rukyatul%20Hilal
klo pertanyaan nomor satu gw g tau juga tuh bel, tp klo yang nomer dua..
kayaknya si kira2 gini..
klo lo mempertanyakan sistem yang reliable, bukan berarti g ada, menurut gw sih hisab itu sebenernya sistem yang lebih reliable, karena konsisten dan g akan berubah2.. nah,cuman pada idul fitri kan ada dalilnya tentang menentukannya gimana.. yang rukyat itu.. nah, jadinya ada yang berpendapat pake 'sistem yg reliable itu' dan ada yang keukeuh sm ruk'yatnya..
hal ini g terjadi di idul adha.. soalnya ga ada dalil tentang gimana tanda2 datengnya iedul adha. jadi semua pake hisab.
eh, gw bingung sendiri.. tp kayaknya gitu deh..
Post a Comment